untuk mendowload laporan versi full silahkan klik disini
LAPORAN PRAKTIKUM
BIOLOGI SEL
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MENGGUNAKAN DPPH
NAMA : VIOL DHEA KHARISMA
NIM : 135090107111007
TGL PRAKTIKUM : 12 November 2014
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN,
MIKROTEKNIK, KULTUR JARINGAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
UJI AKTIVITAS ANTIOSIDAN MENGGUNAKAN DPPH
Viol Dhea Kharisma
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Antioksidan merupakan senyawa kompleks yang mempunyai kemampuan menghambat reaksi berantai peroksidasi lipid atau menghambat pembentukan radikal bebas. Penghambatan reaksi berantai radikal bebas dapat diminimalkan dengan pemberian atom hidrogen. DPPH atau diphenyl-2,4,6-trinitrophenyl iminozanium merupakan radikal bebas yang stabil. Larutan DPPH dalam bentuk radikal berwarna ungu kemerahan (lembyung) dengan panjang gelombang maksimal 517-520 nm. Praktikum ini bertujuan untuk membandingkan kemampuan antioksidan suatu senyawa menggunakan uji DPPH. Manfaat yang didapatkan setelah melaksanakan praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengetahui perbandingan kemampuan antioksidan suatu senyawa dan dapat digunakan dalam studi atau riset dalam bidang medis yaitu untuk mengetahui kemampuan suatu senyawa dalam mencegah radikal bebas. Metode yang dilakukan dalam praktikum ini dilakukan secara bertahap untuk memperoleh data yang akan dibandingkan kemampuan mencegah adanya radikal bebas.
Kata Kunci : Antioksidan, Radikal Bebas, Uji DPPH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Dasar Teori
1.1.1. Pengertian Antioksidan dan Jenisnya
Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah. Antioksidan juga sesuai didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungisel dari efek berbahaya radikal bebas oksigen reaktif jika berkaitan dengan penyakit, radikal bebas ini dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya. Radikal bebas adalah spesies yang tidak stabil karena memiliki elektron yang tidak berpasangan dan mencari pasangan elektron dalam makromolekul biologi. Protein lipida dan DNA dari sel manusia yang sehat merupakan sumber pasangan elektron yang baik. Kondisi oksidasi dapat menyebabkan kerusakan protein dan DNA, kanker, penuaan, dan penyakit lainnya. Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa golongan fenolik dan polifenolik. Senyawa-senyawa golongan tersebut banyak terdapat dialam, terutama pada tumbuh-tumbuhan, dan memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas. Antioksidan yang banyak ditemukan pada bahan pangan, antara lain vitamin E, vitamin C, dan karotenoid (Mathews, 2000).
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor) atau reduktan. Antioksidan mencegah terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen atau elektron. Senyawa ini mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal atau dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Atas dasar fungsinya, antioksidan dapat dibedakan menjadi lima yakni ,antioksidan primer, merupakan sistem enzim pada tubuh manusia, contohnya: enzim superoksida dismutase, antioksidan sekunder, merupakan ant ioksidan alami yang dapat diperoleh dari tanaman atau hewan berupa tokoferol, vitamin C, betakaroten, flavonoid dan senyawa fenolik yang berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar (Berg, 2002).
1.1.2. Pengertian DPPH
DPPH merupakan singkatan umum untuk senyawa kimia organik yaitu 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil. DPPH adalah bubuk kristal berwarna gelap terdiri dari molekul radikal bebas yang stabil. DPPH mempunyai berat molekul 394.32 dengan rumus molekul C18H12N5O6, larut dalam air. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik pada suhu -20°C. DPPH dapat digunakan untuk menguji kemampuan antioksidan yang terkandung dalam makanan. Prinsipnya dimana elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 516 nm yang berwarna ungu. Warna ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan senyawa antioksidan. Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari antioksidan (Horton, 2006).
1.1.3. Pengertian Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan suatu spesies kimia yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan spesies tersebut menjadi sangat reaktif untuk mencari pasangannya dengan menarik atau menyerang elektron dari senyawa lain sehingga menyebabkan senyawa tersebut akan menjadi radikal juga. Reaksi oksidasi tidak hanya berkaitan dengan kerusakan mutu produk pangan, namun reaksi oksidasi yang terjadi pada berbagai organ dan cairan tubuh juga berkaitan dengan munculnya penyakit penyakit degeneratif seperti aterosklerosis, kanker dan liver. Target utama radikal bebas didalam tubuh adalah protein, asam lemak tidak jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA. Berbagai kemungkinan dapat terjadi sebagai akibat kerja radikal bebas, misalnya gangguan fungsi sel, kerusakan struktur sel, molekul termodifikasi yang tidak dapat dikenali oleh sistem imun.Semua gangguan tersebut dapat memicu munculnya berbagai penyakit (Gesteland, 2004).
Radikal bebas adalah molekul dengan elektron yang tidak berpasangan dan intermediet penting dalam proses alam melibatkan sitotoksisitas, kontrol tonus vaskular, dan neurotransmisi. Radikal bebas sangat tidak stabil dan bereaksi cepat dengan senyawa lain, dan mencoba untuk menangkap elektron yang dibutuhkan untuk mendapatkan stabilitas. Sebuah reaksi berantai sehingga dapatdimulai. Setelah proses ini dimulai, dapat kaskade, dan akhirnya mengakibatkan terganggunya sel hidup. Secara umum, efek berbahaya dari spesies oksigen reaktif pada sel yang paling sering seperti kerusakan DNA, oksidasi dari asam lemak polydesaturated lipid, oksidasi asam amino dalam protein, oksidatif menonaktifkan spesifik enzim dengan oksidasi co-faktor. Radikal bebas menyebabkan banyak penyakit manusia seperti penyakit kanker Alzheimer,kelainan reperfusi jantung, penyakit ginjal, fibrosis, dll (Wyner, 2004).
1.2. Tujuan
Adapun tujuan yang tertera dalam praktikum ini adalah untuk membandingkan kemampuan antioksidan suatu senyawa menggunakan uji DPPH.
BAB II
METODE
2.1. Waktu dan Tempat
Praktikum dengan judul” UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MENGGUNAKAN ”dilaksanakan pada tanggal, 12 November 2014 hari Rabu pukul 13.55-16.35 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Mikrotenik, dan Kultur Jaringan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang.
2.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung reaksi, kuvet, mikropipet, spektrofotometer, larutan DPPH, sampel uji (sampel 1 dan 2).
2.3. Cara Kerja
2.3.1. Metode DPPH
Pertama, tabel dibuat seperti tabel yang telah disediakan pada modul praktikum. Kedua, tabung diinkubasi selama 30 menit pada kondisi gelap, kemudian dilakukannya pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 515 – 520 nm menggunakan spektrofotometer, lalu presentase scavenging sampel uji dihitung menggunakan rumus %scavenging = {(A kontrol neg- A sampel) / Akontrol neg} x 100%. Terakhir, % scavenging antara sampel uji dibandingkan, lalu disimpulkan, sampel uji manakah yang mempunyai kemampuan antioksidan tinggi.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Analisis Prosedur
Pertama, disisipkan tabung reaksi sebanyak 5 buah untuk 5 perlakuan, hal tersebut berfungsi untuk memberi wadah bagi 5 macam perlakuan dan menghasilkan 5 buah tabung reaksi siap dipakai. Kedua, tabung reaksi yang sudah disiapkan dibungkus kertas aluminium foil yang berfungsi agar membuat tabung tidak tembus cahaya karena DPPH sensitif terhadap cahaya dan menghasilkan tabung yang telah terbungkus aluminium foil. Ketiga, masing-masing tabung diberi label yang berfungsi untuk memudahkan perlakuan dan menghasilkan tabung reaksi yang telah terlabeli. Keempat, dibuat 5 perlakuan yaitu blanko, 100 ml pelarut + 100 ml DPPH, 30 ml sampel + 70 ml pelarut + DPPH dan 100 sampel + 1000 DPPH yang berfungsi sebagai perbandingan uji aktivitas antioksidan yang berhubungan dengan kepekatan sampel dan menghasilkan masing-masing tabung terisi oleh perlakuan. Kelima, masing-masing tabung diinverting yang berfungsi membuat semua bahan menjadi homogen dan menghasilkan masing-masing perlakuan menjadi homogen> Keenam, mulut tabung ditutup dengan kertas aluminium foil agar membuat semua perlakuan dalam kondisi gelap dan menghasilkan masing-masing tabung tertutupi oleh aluminium foil. Ketujuh,semua tabung diinkubasi selama 30 menit untuk memberikan waktu bagi antioksidan dan DPPH untuk bereaksi dan menghasilkan masing-masing perlakuan mengalami perubahan warna. Kedelapan, diukur absorbansinya dengan spektofotometer agar memperoleh nilai absorbansinya sehingga % scavenging dapat dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada tabel yang telah dibuat.
3.2. Analisis Hasil
untuk mendownload laporan versi full silahkan klik disini
3.2.3. Intepretasi Data
Berdasarkan pada data yang telah diperoleh bahwa pada vitamin C mempunyai nilai absorbansi rata-rata yaitu pada masing-masing perlakuan sebesar 1,351 , 0,95 , 0,972 , 1,425 dan persentase scavengging sebesar 29,677 , 21,67 , 30,43 , 8,607 hal tersebut menunjukkan semakin besar nilai absorbansi suatu antioksidan maka semakin kecil pula nilai presentase scavengging yang didapatkan, pada antioksida quercetin mempunyai nilai absorbansi rata-rata yaitu pada masing-masing perlakuan sebesar 0,956 , 0,956 , 0,939 , 1,256 dan persentase scavengging sebesar 29,413 , 6,867 , 29,45 , 5,54. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa jika suatu zat memiliki nilai absorbansi yang tinggi maka kemampuan antioksidan suatu zat tersebut lebih kecil namun sebaliknya jika suatu zat memiliki nilai absorbansi yang kecil maka kemampuan antioksidan zat tersebut tergolong sangat tinggi oleh karena itu nilai absorbansi selalu berbanding terbalik dengan besar kecilnya kemampuaan antioksidan suatu zat, % scavengging juga berbanding terbalik dengan besar kecilnya nilai absorbansi suatu zat karena jika nilai scavengging lebih besar maka nilai absorbansi suatu zat makin kecil namun jika nilai absorbansi suatu zat semakin besar maka persentase scavengging akan semakin kecil dan berdasarkan percobaan yang telah dilakukan bahwa antioksdan yang baik adalah vitamin C karena nilai rata-rata scavengging vitamin C lebih besar dari Quercetin.
3.2.4. Mekanisme Antioksidan Menghambat Radikal Bebas
Cara kerja antioksidan menghalangi proses oksidasi dengan cara menetralisir radikal bebas. Antioksidan merupakan zat yang anti terhadap zat lain yang bekerja sebagai oksidan atau sering disebut dengan radikal bebas. Antioksidan juga sesuai didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek berbahaya radikal bebas oksigen reaktif jika berkaitan dengan penyakit, radikal bebas ini dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya.
Radikal bebas muncul sebagai dampak dari kehidupan itu sendiri. Setiap makhluk hidup akan menghasilkan radikal bebas sebagai produk samping dari proses pembentukan energi. Selain dari proses metabolisme, radikal bebas juga muncul pada setiap proses pembakaran, seperti merokok, memasak, pembakaran bahan bakar pada mesin dan kendaraan bermotor. Ketika sinar ultraviolet menerpa suatu benda terus menerus, elektron atom benda tersebut akan meloncat dari orbitnya, dan terciptalah radikal bebas. Radikal bebas akan selalu bertebaran dimana-mana (Weyner, 2004).
Setiap sel dalam tubuh membutuhkan oksigen untuk tetap hidup. Namun, oksigen juga berpotensi merusak sel-sel tubuh karena proses oksidasi. Proses oksidasi akan melepaskan radikal bebas yang memiliki efek merusak pada sel. Kerusakan oleh radikal bebas dalam waktu lama dapat memicu kanker. Untuk mencegah hal ini, antioksidan dapat membalikkan kerusakan yang disebabkan oleh oksidasi sampai batas tertentu (Mathews, 2000).
Radikal bebas yang terbentuk selama oksidasi berada dalam keadaan yang sangat tidak stabil sehingga memiliki kecenderungan melepaskan elektron atau menyerap elektron dari sel. Setiap kali sebuah elektron dilepaskan atau ditangkap oleh radikal bebas, maka akan terbentuk radikal bebas yang baru. Radikal bebas yang baru terbentuk akan terus melakukan hal yang sama, dengan cara ini, rantai radikal bebas tercipta. Jika kondisi ini terus terjadi dalam waktu yang lama, sel tubuh akan menjadi rusak. Antioksidan seperti beta karoten, vitamin C, dan vitamin E membantu mengubah radikal bebas yang tidak stabil ke dalam bentuk yang stabil. Artinya, rantai radikal bebas akan terhenti sehingga menghentikan pula proses oksidasi. Suatu jenis antioksidan umumnya hanya efektif pada radikal bebas jenis tertentu. Itu sebab, pada radikal bebas yang berlainan, antioksidan mungkin tidak akan menunjukkan efek yang diinginkan. Efektivitas kerja antioksidan tergantung dari jumlah, bagaimana dan dimana radikal bebas dihasilkan serta target kerusakannya. Dengan begitu, dalam suatu proses antioksidan dapat melindungi kita dari pengaruh radikal bebas, pada sistem lain tidak berefek sama sekali. Bahkan dalam keadaan tertentu antioksidan dapat meningkatkan proses oksidasi dengan menghasilkan jenis oksigen yang membahayakan (Wyner, 2004).
3.2.4. Vitamin C dan Quercetin
Vitamin C merupakan suatu donor elektron dan agen pereduksi. Disebut anti oksidan, karena dengan mendonorkan elektronnya, vitamin ini mencegah senyawa-senyawa lain agar tidak teroksidasi. Walaupun demikian, vitamin C sendiri akan teroksidasi dalam proses ant ioksidan tersebut, sehingga menghasilkan asam dehidroaskorbat Vitamin C dapat menjadi antioksidan untuk lipid, protein, dan DNA, dengan cara : (1) Untuk lipid, misalnya Low-Density Lipoprotein (LDL), akan beraksi dengan oksigen sehingga menjadi lipid peroksida. Reaksi berikutnya akan menghasilkan lipid hidroperoksida, yang akan menghasilkan proses radikal bebas. Asam askorbat akan bereaksi dengan oksigen sehingga tidak terjadi interaksi antara lipid dan oksigen, dan akan mencegah terjadinya pembentukan lipid hidroperoksida. (2) Untuk protein, vitamin C mencegah reaksi oksigen dan asam amino pembentuk peptide, atau reaksi oksigen dan peptida pembentuk protein. (3) Untuk DNA, reaksi DNA dengan oksigen akan menyebabkan kerusakan pada DNA yang akhirnya menyebabkan mutasi (Metzler,2001).
Jika asam dehidroaskorbat tidak tereduksi kembali menjadi asam askorbat, maka asam dehidroaskorbat akan dihidrolisis menjadi asam 2,3-diketoglukonat. Senyawa tersebut terbentuk melalui rupture ireversibel dari cincin lakton yang merupakan bagian dari asam askorbat, radikal askorbil, dan asam dehidroaskorbat. Asam 2,3-diketoglukonat akan dimetabolisme menjadi xilosa, xilonat, liksonat, dan oksalat. Kerusakan karena oksidan akan menyebabkan penyakit seperti aterosklerosis dan diabetes melitus tipe 2. Dan kemungkinan juga memiliki peranan dalam terjadinya diabetes komplikata, gagal ginjal kronik, penyakit-penyakit degenerasi neuron, arthritis rheumatoid, dan pancreatitis (Mathews, 2000).
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang banyak ditemui dalam tumbuhan sebagai obat, salah satu contoh golongan flavonoid adalah kuerisetin yang bersifat sebagai anti tumor . Kureisetin adalah senyawa golongan flavonol (bagian dari flavonoid) yang banyak terkandung dalam buah-buahan dan sayuran, misalnya apel, anggur, teh, bawang merah, dan kopi. Kuersetin memiliki 5 gugus OH bebas yang dapat disubtitusi oleh gugus asli melalui reaksi esterfikasi. Ester kuerisetin dapat diperoleh dengan mereaksikan kuersetin dengan senyawa golongan asam karboksilat, halida asam karboksilat, dan anhibrida propionat dengan katalis basa. Penggunaan asam propionat dalam reaksi esterifikasi kuersetin tidak berlangsung karena asam propionat kurang reaktif dibandingkan dengan anhibrida propionat. Data spektrum inframerah menunjukkan bahwa senyawa kuerisetin propionat telah terbentuk dan masih menyisakan satu gugus OH bebas pada kuersetin (Horton, 2006).
3.2.5. Macam-macam Antioksidan
Antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri yang berupa enzim antara lain superoksida dismutase, glutathione peroxidase, perxidasi dan katalase. Antioksidan alami yang dapat diperoleh dari tanaman atau hewan yaitu tokoferol, vitamin C, betakaroten, flavonoid dan senyawa fenolik. Antioksidan sintetik,yang dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu Butylated Hroxyanisole (BHA), BHT, TBHQ, PG dan NDGA yang ditambahkan dalam makanan untuk mencegah kerusakan lemak (Gesteland, 2004).
Antioksidan alami yang berasal dari tanaman. Atas dasar fungsinya antioksidan dapat dibedakan menjadi 4 (empat) yaitu : Antioksidan Primer Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas baru karena ia dapat merubah radikal bebas yangada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya yaitu sebelum sempat bereaksi. Antioksidan primer yang ada dalam tubuh yang sangat terkenal adalah enzim superoksida dismutase. Enzim ini sangat penting sekali karena dapat melinduhngi hancrnya sel-sel dalam tubuh akibat serangan radikal bebas. Bekerjanya enzim ini sangat idpengaruhi oleh mineral-mineral seperti mangan, seng, tembaga dan selenium yang harus terdapat dalam makanan dan minuman. Antioksidan Sekunder Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksiberantai sehingga tidak terjadi keursakan yang lebih besar. Contoh yang populer, antioksidan sekunder adalah vitamin E, vitamin C, dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan (Berg, 2002)..
Antioksidan Tersier Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikalbebas. Biasanya yang termasuk kelompok ini adalah jenis enzim misalnya metionin sulfoksidan reduktase yang dapatmemperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan DNA pada penderita kanker. Oxygen Scavanger Antioksidan yang termasuk oxygen scavanger mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi, misalnyavitamin C.E. Chelators/Sequesstrants Mengikat logam yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi misalnya asam sitrat dan asam amino.Tubuh dapat menghasilkan antioksdan yang berupa enzim yang aktif bila didukung oleh nutrisi pendukung atau mineralyang disebut juga ko-faktor. Antioksidan yang baik akan bereaksi dengan radikal asam lemak segera setelah senyawa tersebut terbentuk. Dari berbagai antioksidan yang ada, mekanisme kerja serta kemampuannya sebagai antioksidan sangat bervariasi. Seringkali, kombinasi beberapa jenis antioksidan memberikan perlindungan yang lebih baik (sinergisme) terhadap oksidasi dibanding dengan satu jenis antioksidan saja. Sebagai contoh asam askorbat seringkali dicampur dengan antioksidan yang merupakan senyawa fenolik untuk mencegah reaksi oksidasi lemak. Dalam proses melumpuhkan radikal bebas, vitamin E menjadi pelopor diikuti oleh vitamin C dan dengan bantuan senyawa glutathion, betakaroten,seng, mangan dan selenium akan memudahkan pelumpuhan radikal bebas (Berg, 2002).
3.3 Trouble Shooting
Kesalahan relatif yang terjadi pada praktikum ini adalah pada saat memasukkan larutan DPPH mulut tabung reaksi lupa ditutup akibatnya DPPH akan menguap hal tersebut dapat mempengaruhi hasil dari uji DPPH yang dilakukan ,kemudian penyelubungan tabung oleh aluminium foil juga dapat berpengaruh karena DPPH rentan terhadap paparan cahaya, mungkin penyelubungannya kurang sempurna dapat mengakibatkan DPPH terpapar cahaya.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengamatan atau praktikum yang telah dilaksanakan bahwa kemampuan antiosidan suatu zat dipengaruhi oleh banyaknya zat tersebut menangkap elektron yang ditandai oleh besar kecilnya nilai absorbansinya, semakin besar nilai absorbansinya maka semakin kecil elektron yang ditangkap dan semakin kecil nilai absorbansinya maka semakin besar elektron yang ditangkap, hal tersebut juga dipengaruhi persentase scavengging , semakin besar nilai scavengging maka kemampuan antioksidan suatu zat semakin besar namun sebaliknya jika nilai scavenggingnya kecil maka semkin lemah kemampuan antioksidan suatu zat tersebut, berdasarkan hasil uji dalam praktikum ini kemampuan antioksidan yang paling tinggi adalah pada vitamin C karena memiliki rata-rata %scavengging yang lebih besar daripada quercetin.
4.2. Saran
Perlu dilakukan penjelasan ulang mengenai perbedaan kemampuan antioksidan pada vitamin C dan quercetin serta mengapa DPPH rentan jika terpapar cahaya dan harus ditutup aluminium foil.
DAFTAR PUSTAKA
Berg, J. M., J. L. Tymoczko, and L. Stryer. 2002. Biochemistry, 5th ed. NewYork: W. H. Freeman.
Gesteland, R. F., T. R. Cech and J. F. Atkins (eds.). 2004. The Cell Metabolism.
2nd ed. Plainview, NY: Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Horton, H. R. et al. 2006. Principles of Biochemistry, 4th ed. Upper Saddle River,
NJ: Pearson/Prentice Hall.
Mathews, C. K., K. E. van Holde, and K. G. Ahern. 2000. Biochemistry, 3rd ed.Menlo Park,
CA: Benjamin Cummings.
Metzler, D.E. 2001. Biochemistry: The Chemical Reactions of Living Cells,2nd ed.
San Diego: Academic Press.
Wyner, T., et al. 2004.Oxidants and Antioxidants. Journal of Cell Metabolism. 7(9): p. 68-15.
Terimakasih kawan sudah mampir di blog saya, semoga mendapatkan ilmu yang bermanfaat untuk mendowload laporan versi full dapat klik disini
No comments:
Post a Comment