LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL PERMEABILITAS MEMBRAN LIPID

untuk lebih lengkapnya dapat mendownload laporan versi full disini




LAPORAN PRAKTIKUM
BIOLOGI SEL


PERMEABILITAS MEMBRAN LIPID








NAMA                     : VIOL DHEA KHARISMA
NIM                          : 135090107111007
KELOMPOK             : 3
TGL PRAKTIKUM : 22 Oktober 2014








LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN, 
MIKROTEKNIK, KULTUR JARINGAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014









PERMEABILITAS MEMBRAN LIPID

Viol Dhea Kharisma
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 
Universitas Brawijaya


ABSTRAK

Membran plasma sebagai membran lipid mempunyai fungsi vital antara lain sebagai pemisah sel dari lingkungannya, dengan adanya membran plasma, maka kandungan sitoplasma dapat dipertahankan pada tempatnya, sebagi pengatur keluar masuknya nutisi membran fosfolipid hanya dapat dilewati oleh molekul tertentu berukuran kecil dan bersifat bipolar. Kecepatan masuknya molekul tersebut ditentukan antara lain oleh sifat hidrofobisitas, konsentrasi, dan berat molekul pelarut. Tingkat hidrofobitas suatu pelarut ditentukan berdasarkan nilai koefisien partisi. Praktikum ini bertujuan untuk membuktikan peran membran plasma dan menghitung laju penetrasi berbagai pelarut organik. Manfaat yang dapat diambil dalam praktikum ini adalah dapat berguna untuk rujukan riset mengenai membran plasma dan peranan membran plasma dalam permeabilitas membran sel. Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah cara mengukur laju penetrasi berbagai pelarut organik yang melalui berbagai tahap. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan bahwa hubungan antara waktu, konsentrasi larutan, laju penetrasi serta koefisien partisi adalah waktu berbanding terbalik dengan besar laju penetrasi semakin cepat laju penetrasi maka waktu yang dibutuhkan semakin kecil serta semakin besar pula koefisien partisinya akibatnya suatu molekul dapat masuk ke dalam membran plasma, dan permeabilitas membran dipengaruhi sifat hidrofobisitas suatu zat, jika zat tersebut bersifat hidrofobik maka akan dengan mudah melewati membran lipid. 

Kata Kunci : Hidrofobisitas, Membran plasma, Koefisien partisi, Laju penetrasi, Sel 


BAB I 
PENDAHULUAN


1.1. Dasar Teori
1.1.1. Membran Plasma
        Membran plasma sebagai membran lipid mempunyai fungsi vital antara lain sebagai pemisah sel dari lingkungannya, dengan adaya membran plasma, maka kandungan sitoplasma dapat dipertahankan pada tempatnya, sebagai pengatur keluar masuknya nutrisi, membran fosfolipid hanya dapat dilewati oleh molekul tersebut ditentukan antara lain oleh sifat hidrofobisitas, konsentrasi, dan berat molekul pelarut (Berg, 2000). 
       Teori tentang membran plasma telah banyak dikemukakan oleh para pakar dan teori yang masih berlaku hingga saat ini adalah teori membran plasma yang diajukan oleh Singer dan Nolcoson tahun 1972 dengan nama teori Fluid Mozaic Model. Menurut teori ini membran plasma terdiri dari lapisan lemak bimolekuler, yang disana sini terputus oleh adanya molekul protein. Beberapa molekul protein berada dipermukaan membran, terikat pada permukaan lemak yang berkutub, diberi nama protein perifer atau protein ekstrinsik. Sebagian lagi dari molekul protein itu menyusup ke bagian dalam membran plasma di antara lapisan lemak yang bimolekuler tersebut, dengan salah satu permukaannya atau kedua permukaannyamenyembul di permukaan membran. Kadang-kadang molekul protein yang menyusup lintas membran ini berdampingan sehingga antara keduanya terbentuk suatu porus pada membran plasma. Molekul protein yang menyusup kedalam membran plasma ini dinamakan protein integral atau protein intrinsik. Baik molekul protein maupun molekul lemak membran plasma ini kadang-kadang mengikat karbohidrat. Karbohidrat-karbohidrat ini diperkirakan bertanggung jawab atas fenomena fisiologis, antara lain adhesi antar sel dalam jaringan, dan pengenalan antar sel. Cara sel mengenal sel lain adalah dengan memberi kunci pada molekul permukaan membran yang berupa molekul karbohidrat. Karbohidrat membran ini biasanya berupa oligosakarida bercabang dengan kurang dari 15 satuan gula, berikatan secara kovalen membentuk glikolipid atau glikoprotein. Oligosakarida membran luar berbeda dari satu spesies ke spesies lain, dan bahkan dari satu sel ke sel lain dalam satu individu. Keberagaman molekul dengan lokasi yang berbeda pada permukaan sel membuat oligosakarida berfungsi sebagai penanda yang membedakan satu sel dengan sel lainnya (Gesteland, 2004).


1.1.2. Penyusun Membran Plasma
       Lipid penyusun membran plasma terutama terdiri dari fosfolipid, meskipun lemak netral juga ditemukan. Pada permukaan luar membran plasma, baik molekul lipid maupun protein dapat berikatan dengan senyawa karbohidrat. Molekul lipid maupun protein dapat berikatan dengan senyawa karbohidrat. Molekul lipid yang mengikat karbohidrat disebut glikolipid, dan molekul protein yang mengikat karbohidrat disebut glikuprotein, sampai saat ini molekul karbohidrat diketahui hanya terdapat dipermukaan dalam atau permukaan sitosolik belum pernah ada, dan inilah salah satu penyebab adanya sifat membran plasma yang asimetris (Horton, 2006).

1.1.3. Koefisien Partisi
    Tingkat hidrofobitas suatu pelarut ditentukan berdasarkan nilai koefisien partisi (partition coefficient atau distribution coefficient). Nilai koefisien partisi suatu obat, misalnya, dapat dipakai untuk memperkirakan distribusinya dalam tubuh. Obat dengan nilai koefisien partisi tinggi lebih mudah masuk atau menembus kompartemen yang dibatasi oleh membran fosfolipid. Sedangkan, obat yang bersifat hidrofilik mempunyai nilai koefisien partisi rendah akan bersirkulasi pada kompartemen hidrofilik seperti serum darah (Mathews, 2000).
        Membran berstruktur halus membentuk kotak bermodel mozaik yang melintasi membran plasma dan dapat mempengaruhi difusi terfasilitasi. Hal tersebut berefek pada jangkauan pada implikasi untuk pergerakan protein, lipid, dan kompleks sinyal. Selain itu membran halus juga berfungsi mengontrol kerangka sel, melalui agen eksternal seperti obat-obatan atau melalui pembuatan jaringan baru internal yanng dapat memiliki konsekuensi langsung pada karakter-difusi dari molekul membran (Bussell, 2000).

1.2. Tujuan
        Adapun tujuan yang tertera dalam praktikum ini adalah
membuktikan peran membran plasma  
menghitung laju penetrasi berbagai pelarut organik




BAB II
 METODE


2.1. Waktu dan Tempat
       Praktikum dengan judul” PERMEABILITAS MEMBRAN LIPID”dilaksanakan pada tanggal, 22 Oktober 2014 hari Rabu pukul 13.55-16.35 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang.   

2.2. Alat dan Bahan
     Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah silet, pipet tetes, obyek dan cover glass, pencatat waktu, mikroskop cahaya biasa, pangkal mahkota bunga sepatu (Rosa sinensis), dadap merah (Erythrina sp), batang bayam merah (Amaranthus sp) atau sampel tumbuhan lainnya yang mempunyai pigmen berwarna merah; pelarut organik; 22 M methanol, 8,5 M ethanol, 3 M n-propanol.

2.3. Cara Kerja
2.3.1. Metode Penentuan Partition Coefficient
     Pertama, sampel dipotong setipis mungkin, kemudian diletakkan pada obyek glass, dan ditutup dengan cover glass , serta diamati pada perbesaran lemah. Kedua, tepi cover glass ditetesi dengan pelarut organik sampai potongan sampel terendam tetapi larutan tidak sampai tumpah kemudian segera pencatat waktu dinyalakan mulai saat dari penambahan pelarut organik sampai waktu saat dimana warna merah dalam sitoplasma sel hilang/larut seluruhnya. Prosedur sebelumnya diulangi namun dengan pelarut yang diencerkan ½ dan ¼ kali. Kemudian koefisien partisi dihitung yaitu dengan membagi waktu yang dibutuhkan untuk melarutkan warna merah dalam sitoplasma dengan konsentrasi pelarut ( dalam molar), data ditulis pada tabel pengamatan. Terakhir laju penetrasi diplot dengan partition coefficient masing-masing pelarut. Diamati hasilnya serta dibandingkan.


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Analisis Prosedur
Pertama, sampel dadap merah dipotong setipis mungkin pada bagian dekat pangkal berfungsi untuk mendapatkan bagian yang tipis / tidak menumpuk dan didapatkan bagian yang tipis pada spesimen. Kedua, obyek diletakkan pada gelas obyek (peletakannya agak menepi) dan ditutup oleh gelas penutup, dan diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 100x dan di foto, hal ini berfungsi untuk pengamatan pada spesimen (agar mudah menyerap larutan yang ditetesi) dan menghasilkan spesimen terdapat di antara gelas obyek dan gelas penutup ditetesi pelarut organik yang telah disediakan secara bertahap waktu dihitung saat awal penambahan pelarut organik sampai waktu dimana warna pada sitoplasma memudar, berfungsi untuk mengetahui laju penetrasi pelarut organik pada membran plasma mengetahui waktu penetrasi pelarut organik yang menghasilkan pelarut organik melintasi membran dengan kooefisien partisi yang berbeda dan waktu penetrasi dapat diketahui, kemudian diamati lagi dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x bertujuan untuk mengetahui struktur dari pangkal dadap merah yang telah ditetesi oleh pelarut organik dan menghasilkan struktur mikroskopis yang didapatkan, kemudian ditentukan laju penetrasi pada membran permeabilitas yang bertujuan untuk mengetahui hidrofobitas membran tersebut maka didapatkan nilai kelajuan penetrasi pada membran. Setelah didapatkan nilai kelajuan penetrasi maka dibuatlah grafik perbandingan antara laju penetrasi dengan waktu serta konsentrasi pelarut organik yang diberikan, terakhir dilakukan intepretasi data untuk membahas hasil pengamatan yang berupa grafik dan tabel.

4.2. Analisis Hasil
untuk lebih lengkapnya dapat mendownload laporan versi full disini

4.2.3. Intepretasi Data Hasil Pengamatan
      Berdasarkan pada hasil pengamatan dan perhitungan yang telah dilakukan bahwa dapat diketahui, jika preparat pangkal bungan dadap merah ditetesi larutan pelarut organik methanol dengan konsentrasi 22 M maka waktu rata-rata larutan tersebut masuk ke dalam sel atau melewati membran plasma yaitu sebesar 13’,6’’ dan 4’,82’’ menit detik serta setelah di hitung kecepatan/laju penetrasi didapatkan sebesar 1,617 dan 4,56 nm/menit, kemudian jika ditetesi dengan pelarut organik methanol yang konsentrasinya sebesar 11 M maka waktu rata-rata larutan tersebut masuk ke dalam sel atau melewati membran plasma yaitu sebesar 5’,75’’ dan 21’,23’’ menit detik serta setelah dihitung kecepatan/laju penetrasi didapatkan sebesar 1,91 dan 0,51 nm/menit, lalu jika ditetesi pelarut organik methanol yang konsentrasinya sebesar 5,5 M maka waktu rata-rata larutan tersebut masuk ke dalam sel atau ,melewati membran plasma yaitu sebesar 3’,00’’ dan 1’,52’’ menit detik serta setelah dihitung kecepatan/laju penetrasi didapatkan sebesar 1,833 dan 0,05 nm/menit. Berdasarkan data yang diperoleh khususnya pada grafik yang ditampilkan dapat diketahui bahwa pada perlakuan baik duplo 1 maupun 2 laju penetrasi suatu larutan berbanding terbalik dengan waktu yang diperlukan maksudnya semakin besar waktu yang perlukan maka semakin rendah nilai laju penetrasi suatu larutan, namun jika waktu yang diperlukan semakin sedikit  maka laju penetrasi suatu larutan semakin cepat. Pada perbandingan antara laju pentrasi dengan konsentrasi suatu larutan yaitu berbanding lurus yaitu semakin meningkat konsentrasi larutan yang diberikan maka semakin besar pula nilai kelajuan penetrasinya namun jika semakin menurun konsentrasi larutan yang diberikan maka semakin menurun pula nilai laju penetrasi. Pada perbandingan antara laju penetrasi dengan koefisien partisi suatu larutan, semakin besar koefisien partisi suatu larutan maka laju penetrasinya semakin cepat namun jika koefisien partisi suatu zat lebih kecil maka laju penetrasinya semakin lama, besar kecilnya koefisien partisi dipengaruhi hidrofobisitas suatu zat atau larutan, jika suatu larutan atau zat bersifat hidrofobik maka akan mudah masuk melewati membran lipid. Pada gambar keadaan preparat dadap merah sebelum dilakukan perlakuan nampak warna merah pada bintik-bintiknya dengan jumlah yang banyak atau hampir berwarna merah semua, namun saat dicampur dengan methanol dengan konsentrasi 5,5 ,11, dan 22 M warna kemerahan pun lama-lamu juga semakin menghilang dan menjadi merah keorenan hal tersebut diakibatkan karena pelarut organik atau methanol masuk ke dalam sitoplasma melalui proses osmosis. Grafik hubungan antara konsentrasi, waktu, dan laju penetrasi yang didapatkan tidak relevan karena kesalahan relatif praktikan yang dilakukan pada saat praktikum misalnya kurang teliti dalam melihat apakah pelarut organik yang diberikan sudah bercampur dengan sel atau belum.  

4.2.4. Fungsi dan Manfaat Aplikatif Larutan Pada Praktikum Ini 
      Larutan yang digunakan dalam praktikum in adalah methanol, ethanol, dan n-propanol yang berfungsi untuk mengetahui tingkat hidrofobitas membran plasma. Methanol ( CH3OH;metyl alcohol;carbinol;alcohol kayu ) diperoleh dari distilasi destruktif kayu. Merupakan merupakan alcohol yang paling sederhana, dengan rumus kimia CH3OH, beratmolekul 32,04, titik didih 64,5 C(147F), bersifat ringan, mudah menguap, tak berwarna, mudah terbakar, beracun dan berbau khas. Methanol digunakan sebagai bahan penambah bensin, bahan pemanas ruangan, pelarut industry, pada larutan fotokopi, serta sebagai bahan makanan untuk bakteri yang memproduksi protein.Keracunan methanol sering terjadi di Negara kita dan dapatmenyebabkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Methanol paling banyak dijumpai dalam rumah tangga dalam bentuk “canned heat” atau cairan pembersih kaca mobil. Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat rekreasi yang paling tua (Berg, 2002).
      Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5). Fermentasi gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik paling awal yang pernah dilakukan manusia. Efek dari konsumsi etanol yang memabukkan juga telah diketahui sejak dulu. Pada zaman modern, etanol yang ditujukan untuk kegunaan industri dihasilkan dari produk sampingan pengilangan minyak bumi. Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar (Metzler, 2001).
       Manfaat propanol yaitu digunakan untuk sebagai bahan bakar karena alkohol-alkohol ini dapat disintesis secara kimia maupun biologi, dan karakteristik yang dimiliki membuat alkohol ini dapat dipakai pada mesin-mesin modern saat ini. Salah satu keuntungan yang dimiliki oleh keempat jenis alkohol ini adalah angka oktan yang tinggi. Angka oktan yang tinggi dapat membuat efisiensi bahan bakar meningkat sehingga dapat menutupi kepadatan energinya yang rendah (jika dibandingkan dengan bensin/diesel). Biobutanol merupakan salah satu bahan bakar yang paling menguntungkan karena kepadatan energinya hampir sama dengan bensin, dengan angka oktan yang masih 25% lebih tinggi dari bensin. Masalahnya adalah, saat ini biobutanol lebih susah diproduksi apabila dibandingkan dengan etanol atau metanol. Rumus kimia umum dari bahan bakar yang terbuat dari alkohol adalah CnH2n+1OH (Gesteland, 2004).

4.2.5. Koefisien Partisi dan Panjang Rantai Karbon
     Koefisien partisi menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. Selain itu, organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut akan menjadi hambatan pada proses difusi zat aktif Koefisien partisi merupakan rasio konsentrasi dari suatu senyawa dalam dua tahap, dari dua campuran yang tidak saling larut dalam pelarut pada kesetimbangan. Koefisien partisi (P) ini juga menggambarkan rasio pendistribusian obat ke dalam pelarut system dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Dalam pengembangan bahan obat menjadi bentuk obat  koefisien partisi harus dipertimbangkan terlebih dahulu, dimana P hanya tergantung pada konsentrasi obat saja, dan apabila molekul-molekul obat berkecenderungan menyatu dalam larutan maka untuk obat yang terionisasi dapat dikatakan memiliki tingkat ionisasi yang sama/seimbang, panjang rantai karbon pada membran fosfolipid yaitu sekitar 40 Amstrong atau sekitar 4 nanometer (Horton, 2006). 

4.2.6. Sifat Polar dan Non Polar Membran Fosfolipid
      Pembentukan dwilapis lipid adalah proses yang menguras banyak energi ketika gliserofosfolipid yang dijelaskan di atas berada di dalam lingkungan basah. Di dalam sistem basah, gugus polar lipid berjejer menuju polar, lingkungan basah, sedangkan ekor hidrofobik memperkecil hubungannya dengan air dan cenderung menggerombol bersama-sama, membentuk vesikel; bergantung pada konsentrasi lipid, interaksi biofisika ini dapat berujung pada pembentukan misel, liposom, atau dwilapis lipid. Penggerombolan lainnya juga diamati dan membentuk bagian dari polimorfisma perilaku amfifila (lipid). Polimorfisme lipid adalah cabang pengkajian di dalam biofisika dan merupakan mata pelajaran penelitian akademik saat ini. Bentuk dwilapis dan misel di dalam medium polar oleh proses yang dikenal sebagai efek hidrofobik. Ketika memecah zat lipofilik atau amfifilik di dalam lingkungan polar, molekul polar (yaitu, air di dalam larutan air) menjadi lebih teratur di sekitar zat lipofilik yang pecah, karena molekul polar tidak dapat membentuk ikatan hidrogen ke wilayah lipofilik daru amfifila. Jadi, di dalam lingkungan basah, molekul air membentuk kurungan "senyawa klatrat" tersusun di sekitar molekul lipofilik yang terpecah. Pada teori mozaik fluida membran merupakan 2 lapisan lemak dalam bentuk fluida dengan molekul lipid yang dapat berpindah secara lateral di sepanjang lapisan membran. Protein membran tersusun secara tidak beraturan yang menembus lapisan lemak. Jadi dapat dikatakan membran sel sebagai struktur yang dinamisdimana komponen-komponennya bebas bergerak dan dapat terikat bersama dalam berbagai bentuk interaksi semipermanen komponen muchus membran sel semipermanen di lapisan membran. Secara alami di alam fosfolipid akan membentuk struktur misel (struktur menyerupai bola) atau membran lipid 2 lapis. Karena strukturnya yang dinamis maka komponen fosfolipid di membran dapat melakukan pergerakan dan perpindahan posisi. Pergerakan yang terjadi antara lain adalah pergerakan secara lateral (Pergerakan molekul lipid dengan tetangganya pada monolayer membran) dan pergerakan secara flip flop (Bussell, 2000).

4.1.7. Aplikasi Permeabilitas Membran Lipid 
       Aplikasi pada permeabilitas membran lipid salah satunya yaitu menggunakan prinsip koefisien partisi. Koefisien partisi sangat penting dalam bidang farmasi, banyak obat-obat yang mudah larut dalam fase air dalam air tetapi larut dalam fase lipid. Sebagaian besar obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air sebagian akan terionisasi, selain itu aplikasi permeabilitas membran lipid dapat ditemukan pada prinsip cara kerja alat dialisis (penyaringan darah) yang pada dasarnya menggunakan membran untuk melakukan penyaringan darah, darah penderita dialirkan melalui selang menuju tabung dialisis yang didalamnya terdapat membran permeabel (Mathews, 2000).

4.3. Troubel Shooting
      Kesalahan relatif yang terdapat dalam praktikum ini adalah saat pembuatan preparat dibagian dekat pangkal dadap merah pengirisannya kurang tipis sehingga ketika diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x hasilnya kurang terlihat jelas dan saat pemberian pelarut organik atau perhitungan waktu laju penetrasi saat mulai start waktu pada stopwatch terlalu lambat menekan tombolnya atau terlalu lama. Hasil dari grafik hubungan laju penetrasi dengan waktu serta konsentrasi berdasarkan grafik hasilnya masih kurang relevan karena terjadi kesalahan pengukuran waktu saat pelarut organik memasuki membran serta hal tersebut bisa terjadi karena dilakukan secara manual.


BAB IV
PENUTUP


5.1. Kesimpulan
       Berdasarkan dari hasil pengamatan dan percobaan yang telah dilakukan bahwa koefisien partisi dapat dipengaruhi oleh laju penetrasi suatu zat serta sifat hidrofobisitas. Waktu berbanding terbalik dengan laju penetrasi serta koefisien partisi karena jika semakin banyak waktu yang dibutuhkan maka semakin sedikit pula nilai laju penetrasi namun semakin sedikit waktu yang dibutuhkan maka semakin besar nila laju penetrasinya. Laju penetrasi juga berbanding lurus dengan pemberian konsentrasi pelarut organik karena jika semakin besar konsentrasi pelarut organik yang diberikan maka semakin besar pula nilai laju penetrasinya. 

5.2. Saran
      Perlu dilakukan penjelasan ulang mengenai cara menghitung laju penetrasi serta cara memperoleh data yang benar agar dapat menghasilkan data pengamatan yang relevan.



DAFTAR PUSTAKA


Berg, J. M., J. L. Tymoczko, and L. Stryer. 2002. Biochemistry, 5th ed. NewYork: W. H. Freeman.

Bussell, S. J., Koch, D. L. and Hammer, D. A. 2000. Effect of hydrodynamic interactions on 
          the diffusion of integral membrane-proteins  diffusion in plasma-membranes. 
          Biophysical Journal.6(8): 1836-1849.

Gesteland, R.  F., T. R. Cech and J.  F.  Atkins (eds.).  2004.  The  Cell Fractionation.  2nd  
         ed. Plainview,  NY:  Cold  Spring  Harbor Laboratory Press.

Horton, H. R. et al. 2006. Principles of Biochemistry, 4th ed. Upper Saddle River, 
          NJ: Pearson/Prentice Hall.

Mathews, C. K., K. E. van Holde, and K. G. Ahern. 2000. Biochemistry, 3rd ed.Menlo Park, 
          CA: Benjamin Cummings.

Metzler, D.E. 2001. Biochemistry: The Chemical Reactions of Living Cells,2nd ed. San 
          Diego: Academic Press.

Nilsson, T., et al. 2004. Mass spectrometry in high throughput proteomics: ready for the big 
          time. Journal of Sitology. 7(9): p. 68-15.




Terimakasih kawan sudah berkunjung di blog saya, semoga ilmu yang didapatkan bermanfaat bagi kawan-kawan semua ,untuk lebih lengkapnya dapat mendownload laporan versi full disini











































No comments:

Post a Comment