LAPORAN
BIOLOGI SEL
ANALISIS PROFIL HEAT-ACID STABLE PROTEINS PADA SERUM MENGGUNAKAN SDS PAGE
NAMA : VIOL DHEA KHARISMA
TGL PRAKTIKUM : 19 November 2014
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN,
MIKROTEKNIK, KULTUR JARINGAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
ANALISIS PROFIL HEAT-ACID STABLE PROTEINS PADA SERUM MENGGUNAKAN SDS PAGE
Viol Dhea Kharisma
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Sifat dasar protein adalah tidak stabil pada suhu tinggi (lebih dari 10oC) dan pH ekstrem (misalnya pH asam atau basa). Namun demikian, beberapa protein dalam sel atau tubuh ada yang tahan suhu tinggi dan atau pH asam, seperti protein kinase komplemen yang berperan dalam sistem imun, sebagian yang lain tidak tahan suhu, seperti antibodi, ,bila serum dipanaskan atau diberi larutan asam, protein yang tidak tahan suhu dan asam akan mengalami penurunan atau denaturasi sehingga mengendap (presipitasi). Protein yang tahan suhu dan asam akan tetap dalam bentuk terlarut. Protein yang mengendap dan terlarut ini dapat dipisahkan menggunakan sentrifugasi, setelah penambahan asam dan atau perlakuan suhu tinggi, pentingnya dilakukan praktikum ini adalah untuk menganalisis adanya heat-acid stable proteins pada serum menggunakan SDS-PAGE. Tujuan dilakukan praktikum ini adalah untuk menganalisis adanya heat-acid stable proteins pada serum menggunakan SDS-PAGE. Berdasarkan dari hasil pengamatan atau praktikum yang telah dilakukan bahwa perubahan struktur protein akibat peristiwa denaturasi yang diakibatkan oleh proses pemanasan akan mengakibatkan perubahan berat molekul protein namun jika terjadi penambahan asam menyebabkan akan mengakibatkan koagulasi pada protein namun berat molekul protein tersebut sama dan tidak berubah serta pada pada pita H4p merupakan protein yang mempunyai sifat heat acid stabel karena tidak terdapat garis-garis.
Kata Kunci : Denaturasi, Heat Acid, Hp4, Koagulasi, Protein, SDS-PAGE.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Dasar Teori
1.1.1. Protein
Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus (Metzler, 2001).
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumbergizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof). Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838. Biosintesis protein alami sama dengan ekspresi genetik. Kode genetik yang dibawa DNA ditranskripsi menjadi RNA, yang berperan sebagai cetakan bagi translasi yang dilakukan ribosom. Sampai tahap ini, protein masih "mentah", hanya tersusun dari asam amino proteinogenik. Melalui mekanisme pascatranslasi, terbentuklah protein yang memiliki fungsi penuh secara biologi (Mathews, 2000).
Struktur protein dapat dilihat sebagai hirarki, yaitu berupa struktur primer (tingkat satu), sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat empat).Struktur primer protein merupakan urutan asam amino penyusun protein yang dihubungkan melalui ikatan peptida(amida). Frederick Sanger merupakan ilmuwan yang berjasa dengan temuan metode penentuan deret asam amino pada protein, dengan penggunaan beberapa enzim protease yang mengiris ikatan antara asam amino tertentu, menjadi fragmen peptida yang lebih pendek untuk dipisahkan lebih lanjut dengan bantuan kertas kromatgrafik. Urutan asam amino menentukan fungsi protein, pada tahun 1957, Vernon Ingram menemukan bahwa translokasi asam amino akan mengubah fungsi protein, dan lebih lanjut memicu mutasi genetik. Struktur sekunder protein adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Berbagai bentuk struktur sekunder misalnya ialah sebagai berikut: alpha helix (α-helix, "puntiran-alfa"), berupa pilinan rantai asam-asam amino berbentuk seperti spiral; beta-sheet (β-sheet, "lempeng-beta"), berupa lembaran-lembaran lebar yang tersusun dari sejumlah rantai asam amino yang saling terikat melalui ikatan hidrogen atau ikatan tiol (S-H), beta-turn, (β-turn, "lekukan-beta"); dan gamma-turn, (γ-turn, "lekukan-gamma"). Struktur tersier yang merupakan gabungan dari aneka ragam dari struktur sekunder. Struktur tersier biasanya berupa gumpalan. Beberapa molekul protein dapat berinteraksi secara fisik tanpa ikatan kovalen membentuk oligomer yang stabil (misalnya dimer, trimer, atau kuartomer) dan membentuk struktur kuartener (Horton, 2006).
Struktur primer protein bisa ditentukan dengan beberapa metode: (1) hidrolisis protein dengan asam kuat (misalnya, 6N HCl) dan kemudian komposisi asam amino ditentukan dengan instrumen amino acid analyzer, (2) analisis sekuens dari ujung-N dengan menggunakan degradasi Edman, (3) kombinasi dari digesti dengan tripsin dan spektrometri massa, dan (4) penentuan massa molekular dengan spektrometri massa. Struktur sekunder bisa ditentukan dengan menggunakan spektroskopi circular dichroism (CD) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Spektrum CD dari puntiran-alfa menunjukkan dua absorbans negatif pada 208 dan 220 nm dan lempeng-beta menunjukkan satu puncak negatif sekitar 210-216 nm. Estimasi dari komposisi struktur sekunder dari protein bisa dikalkulasi dari spektrum CD. Pada spektrum FTIR, pita amida-I dari puntiran-alfa berbeda dibandingkan dengan pita amida-I dari lempeng-beta. Jadi, komposisi struktur sekunder dari protein juga bisa diestimasi dari spektrum inframerah (Gesteland, 2004).
Struktur protein lainnya yang juga dikenal adalah domain. Struktur ini terdiri dari 40-350 asam amino. Protein sederhana umumnya hanya memiliki satu domain. Pada protein yang lebih kompleks, ada beberapa domain yang terlibat di dalamnya. Hubungan rantai polipeptida yang berperan di dalamnya akan menimbulkan sebuah fungsi baru berbeda dengan komponen penyusunnya. Bila struktur domain pada struktur kompleks ini berpisah, maka fungsi biologis masing-masing komponen domain penyusunnya tidak hilang. Inilah yang membedakan struktur domain dengan struktur kuartener. Pada struktur kuartener, setelah struktur kompleksnya berpisah, protein tersebut tidak fungsional Kenyataannya, seluruh protein yang ada di dunia ini merupakan kombinasi dari dua puluh macam asam amino, baik esensial maupun non esensial (Berg, 2002).
Kelarutan protein. Kelarutan protein pada pH yang berbeda dapat berfungsi sebagai indikator yang berguna dari kinerja protein isolat dalam sistem pangan dan juga tingkat denaturasi protein karena perlakuan kimia . Profil kelarutan protein isolat dari merah merah. Kurva kelarutan pH diperoleh untuk protein yang diisolasi dari semua kacang-kacangan adalah profil V mendalam dengan minimal di kisaran 4 sampai 5 dan dua maxima, di atas pH 7 dan pH di bawah 3. Seluruh kelarutan protein jelas didominasi dengan perilaku globulin. Dalam rentang asam, bagaimanapun, protein menjadi signifikan kurang larut dibandingkan dengan globulin (Johnson, 2004).
Adapun tujuan yang tertera dalam praktikum ini adalah untuk menganalisis adanya heat-acid stable proteins pada serum menggunakan SDS-PAGE.
BAB II
METODE
2.1. Waktu dan Tempat
Praktikum dengan judul”ANALISIS PROFIL HEAT-ACID STABLE PROTEIN PADA SERUM MENGGUNAKAN SDS PAGE”dilaksanakan pada tanggal, 26 November 2014 hari Rabu pukul 13.55-16.35 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Mikrotenik, dan Kultur Jaringan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang.
Tabung Eppendorf, mikropipet dan tip, water bath, electrophoresis apparatus, refigerated centrifuge, serum, asam asetat 0,2 M, reducing sampel bufer (RSB), phosphat buffer pH 7,4 ,kertas lakmus, reagen-reagen untuk SDS-PAGE, coomassie staining dan destaining.
2.3. Cara Kerja
2.3.1. Uji Analisis Profil Heat-Acid Stable Proteins
Pertama elctrophoresis apparatus disiapkan oleh asisten, lalu 5 buah tabung Eppendorf dan label dengan angka 1, 2, 3, dan 4. Kedua, serum diambil sembanyak 10 μL dan dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf 1 kemudian ditambahkan 20 μL phosphat bufer dan 30 μL RSB. Keempat, lalu serum diambil sebanyak 1000 μL menggunakan mikropipet dan dimasukkan ke dalam water bath suhu 100oC selama 5 menit. Keempat, tabung disentrifus pada 27.000 g selama 15 menit, kemudian sebanyak 30 μL supernatan diambil dan dipindah ke tabung Eppendorf 3 lalu ditambahkan 30 μL RSB. Terakhir 30 ml phosphat bufer ditambahkan ke dalam tabung Eppendorf 2 dan dihomogenkan dengan cara pipeting.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Analisis Prosedur
Pertama, eletroforesis apparatus disiapkan dan diset yang berfungsi untuk digunakan uji analisis profil protein dan menghasilkan elektroforesis telah siap digunakan, kemudian tabung Eppendorf sebanyak 5 buah disiapkan dan dilabeli dengan angka 1,2,3,4, yang berfungsi sebagai tempat serum protein untuk analisis profilnya dan menghasilkan tabung telah siap digunakan dan terlabeli kemudian serum tersebut diambil sebanyak 10 mikrolite dan dimasukkan ke dalam tabung Ependorf 1 dan ditambahkan 20 mikrolite phosfat bufer dan 30 mikrolite RSB untuk menjaga pH protein agar tetap stabil dan untuk mereduksi sampel protein dan menghasilkan protein yang terdapat dalam tabung pH –nya stabil dan tereduksi, kemudian keempat serum diambil sebanyak 1000 mikrolite dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 2 dan dimasukkan dalam water bath suhu 100oC selama 5 menit yang berfungsi untuk membuat protein agar terdenaturasi serta persiapan untuk dilakukannya sentrifugasi dan menghasilkan protein dalam tabung terdenaturasi karena diletakkan pada suhu tinggi, kemudian kelima tabung ependorf 2 disentrifugasi pada 27.000 g selama 15 menit untuk mendapatkan supernatan dari protein yang disentrifus dan menghasilkan supernatan yang telah didapatkan, kemudian 30 mikrolite supernatan diambil dan dipindahkan ke tabung ependorf 3 dan ditambahkan 30 mikrolite RSB untuk menciptakan reaksi reduksi pada supernatan dalam tabung ependorf 3 dan menghasilkan supernatan tercampur dengan larutan RSB dan mengalami proses reduksi dan kemudian 30 ml phosfat buffer ditambahkan ke dalam tabung ependorf 2 dan dihomogenkan dengan cara pipeting agar sampel larutan pada tabung ependorf 2 menjadi homogen dan menghasilkan larutan sampel pada tabung ependorf menjadi homogen, kemudian pH di set menjadi 5 dengan menggunakan 700 mikrolite asam asetat dan diinkubasi pada suhu ruang minimal selama 30 menit untuk menciptakan suasana asam pada sampel protein dan menghasilkan sampel protein menjadi asam kemudian disentrifugasi tabung ependorf 2 pada 27.000 g selama 15 menit agar didapatkan supernatan dan menghasilkan supernatan, lalu ependorf 1,3, dan 4 dimasukkan ke dalam water bath 100oC selama 5 menit diaplikasikan 20 mikrolite ke sumuran gel elektroforesis untuk membuat gel dari protein dan mengamati profil protein untuk membuat gel dari protein dan mengamati profil protein dan menghasilkan gel dari hasil elektroforesis protein telah didapatkan kemudian diwarnai dengan coomassie untuk perwarnaan protein dan protein menjadi terwarnai, kemudian diamati posisi atau pita (band) protein yang terbentuk dan dibandingkan dengan kontrol sebelum perlakuan panas dan asam pada tabung ependorf untuk mengamati profil dari protein dan membandingkan dari protein yang berada pada perlakuan asam, panas dan kontrol dan profil protein gel telah diperoleh.
3.2. Analisis Hasil
untuk mendownload laporan versi full dapat klik disini
3.2.2. Intepretasi Data
Berdasarkan dari hasil pengamatan yang telah dilakukan bahwa pada profil protein heat acid bahwa berat protein yang diperoleh yaitu pada pita H1 beratnya skitar 100, 70, 30, 10, dan 5 kD ,pada pita H2 berat molekulnya sebesar 5, 10, 100, dan 40 kD, pada pita H3 berat molekulnya sebesar 5 dan 10 kD saja, pada pita H4s berat molekulnya 100, 50, dan 20 kD, pada pita H4p berat molekulnya sebesar 100 kD, pada pita R1 berat molekulnya yaitu sebesar 150, 100, 20, 40 kD pada pita R3 berat molekulnya yaitu sebesar 5 dan 10 kD pada pita R4s mempunyai berat molekul sebesar 100, 20, 50, 10, dan 5 pada pita R4p berat molekunya sebesar 5 dan 10 kD. Pada pita R4p hanya terdapat sedikit garis yang dapat dibaca dan pada pita H4p terdapat garis yang tidak terputus-putus hal tersebut menunjukkan bahwa pada pita tersebut mempunyai berat molekul yang sangat besar. Karakter heat-acid stablel protein terdapat pada pita Hp4 karena dengan melihat berat molekulnya yang tetap dan daerah pewarnaannya stabil atau tidak terputus-putus.
Sifat protein denaturasi ditandai dengan terjadinya proses perubahan konfigurasi susunan molekul dari protein. Perubahan konfigurasi tersebut kemudian merubah struktur baik itu sekunder, tersier dan kuarter protein. Namun perlu digarisbawahi, perubahan susunan tersebut sama sekali tidak merubah susunan ikatan peptide dari protein. Sifat denaturasi protein ini bisa terjadi karena beberapa hal di antaranya suhu panas yang memutuskan ikatan hidrogennya, adanya asam basa yang memutus jembatan garam pada struktur tersier senyawa protein, adanya logam berat yang kemudian membentuk protein logam yang tidak bisa dilarutkan. Sifat protein koagulasi ditandai dengan adanya penggumpalan partikel koloid sebagai akibat penambahan senyawa kimia yang pada akhirnya menyebabkan partikel menjadi netral dan akhirnya membentuk endapan akibat gaya grafitasi. Koagulasi ini sendri terjadi karena beberapa hal seperti pemanasan (contohnya: darah), pengadukan (contohnya: tepung kanji), dan pendinginan (contohnya: agar-agar). Sifat protein browning ini ditandai dengan terjadinya perubahan warna menjadi coklat. Hal ini merupakan reaksi pencoklatan enzimatis serta non enzimatis. Contoh pencoklatan enximatis terlihat pada buah-buah juga sayuran yang mengandung zat fenolik. Semenetara itu, contoh untuk pencoklatan non enzimatis ada pada karamelisasi gula (Horton, 2006).
3.2.4. Pengertian dan Karakter heat-acid Stable Protein
Protein dengan penambahan asam atau pemanasan akan mengalami koagulasi. Pada pH iso-elektrik (pH larutan tertentu biasanya berkisar 4 - 4,5 protein mempunyai muatan positif dan negatif sama, sehingga saling menetralkan), kelarutan protein sangat menurun atau mengendap. Pada temperatur diatas 600C kelarutan protein akan berkurang karena pada temperatur tinggi energi kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur yang menyebabkan koagulasi . Protein jika dipanaskan akan mengalami denaturasi adalah sebuah proses di mana protein atau asam nukleat kehilangan struktur tersier dan struktur sekunder dengan penerapan beberapa tekanan eksternal atau senyawa, seperti asam kuat atau basa, garam anorganik terkonsentrasi, sebuah misalnya pelarut organik (cth, alkohol atau kloroform), atau panas. protein didenaturasi dapat menunjukkan berbagai karakteristik, dari hilangnya kelarutan untuk agregasi komunal. Protein heat acid stable ditandai dengan tidak terjadi perubahan struktur maupun berat molekul jika protein tersebut dipanaskan atau diubah pH sekitarnya, ketika diuji dengan SDS page akan membentuk pita yang tidak terputus-putus garisnya (Mathews, 2000).
3.2.5. Contoh Protein heat-acid Stable
Berikut merupakan contoh protein yang memilki sifat stabil asam dan panas. Globulin merupakan fraksi protein yang paling banyak diperoleh dari hasil fraksionasi, baik pada metode non-enzimatis maupun metode enzimatis 39% dan 30%. Pada tanaman kacang-kacangan, globulin merupakan protein simpanan dan ditemukan dalam jumlah paling besar. Albumin merupakan protein yang larut dalam air yang umumnya banyak ditemui pada hewan, seperti albumin telur, serum albumin, dan laktabumin. Glutelin banyak ditemukan pada gandum dalam bentuk gluten. Bungkil kelapa memiliki kandungan glutelin yang paling rendah dibandingkan fraksi protein yang lain, setelah mengalami tahapan enzimatis (Berg, 2002).
Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik . Medan listrik dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, kemudian dialiri arus listrik dari suatu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan gerak molekul tersebut tergantung pada nisbah muatan terhadap massanya serta tergantung pula pada bentuk molekulnya (Johnson,2004).
3.3. Trouble Shooting
Berikut merupakan kesalahan relatif yang terjadi dalam praktikum ini adalah karena mungkin penamabahan larutan asam dan pemanasannya kurang pada pita R4p dan masih belum jelas garis-garisnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengamatan atau praktikum yang telah dilakukan bahwa perubahan struktur protein akibat peristiwa denaturasi yang diakibatkan oleh proses pemanasan akan mengakibatkan perubahan berat molekul protein namun jika terjadi penambahan asam menyebabkan akan mengakibatkan koagulasi pada protein namun berat molekul protein tersebut sama dan tidak berubah serta pada pada pita H4p merupakan protein yang mempunyai sifat heat acid stabel karena tidak terdapat garis-garis.
Perlu dilakukan penjelasan ulang mengenai bagaimana cara membaca pita hasil elektroforesis tersebut karena masih belum paham.
DAFTAR PUSTAKA
Berg, J. M., J. L. Tymoczko, and L. Stryer. 2002. Biochemistry, 5th ed. NewYork: W. H. Freeman.
Gesteland, R. F., T. R. Cech and J. F. Atkins (eds.). 2004. The Cell Metabolism. 2nd ed. Plainview, NY: Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Horton, H. R. et al. 2006. Principles of Biochemistry, 4th ed. Upper Saddle River, NJ: Pearson/Prentice Hall.
Johnson, T., et al. 2004.Proteins In Food. Journal of Agriculture Sciences. 2(04): p. 493-504.
Mathews, C. K., K. E. van Holde, and K. G. Ahern. 2000. Biochemistry, 3rd ed.Menlo Park, CA: Benjamin Cummings.
Metzler, D.E. 2001. Biochemistry: The Chemical Reactions of Living Cells,2nd ed. San Diego: Academic Press.
Terimakasih kawan sudah mampir di blog saya, semoga ilmu yang didapatkan bermanfaat ya untuk laporan full versi dapat download klik disini
No comments:
Post a Comment