Laporan Anatomi Fisiologi Hewan Indera Pengelihatan dan Presepsi

Terimakasih kawan sudah membaca postingan saya kali ini semoga mendapatkan ilmu yang bermanfaat untuk mendownload versi full silahkan klik disini

LAPORAN PRAKTIKUM
ANATOMI FISIOLOGI HEWAN


INDERA PENGELIHATAN DAN PRESEPSI

Oleh :
Viol Dhea Kharisma
135090107111007







LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014




INDERA PENGELIHATAN DAN PRESEPSI

Viol Dhea Kharisma
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 
Universitas Brawijaya

ABSTRAK
Indera pengelihatan merupakan salah satu indera penting yang terdapat pada makhluk hidup, indera ini berfungsi sebagai penerima rangsangan berupa cahaya. Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa biologi mampu memahami fenomena- fenomena dan mekanisme atau kegiatan yang mempengaruhi kinerja dari indera pengelihatan. Manfaat yang dapat diperoleh dari pratikum ini adalah dapat mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari mengenai metode penyembuhan kelainan mata seperti hipermitropi, miopi, presbiopi, dan astigmatisma. Metode yang digunakan dalam praktikum ini terdiri dari beberapa tahap yaitu pengamatan bintik buta, perimbangan entoptic pupil, astigmatisma, batas konvergensi, kedalam presepsi terang, buta warna dan fenomena purkinje, efek setelah melihat warna, pola akibat getaran warna, dan gerakan hasil kerja. Berdasarkan dari hasil praktikum yang diperoleh bahwa kemampuan indera pengelihatan orang normal yang mempunyai pengelihatan yang paling baik dari pada probandus yang lain yaitu minus dan silinder.

Kata kunci : Indera pengelihatan, Mata, Normal, Minus, Silinder





BAB I 
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
      Makhluk hidup memiliki sistem indera yang berguna untuk keberlangsungan hidup di alam, tanpa indera makhluk hidup tidak akan pernah menjalankan aktivitasnya. Indera terdiri atas indera pengelihatan, pengecap, pendengar, dan pembau. Indera pengecap yang terwujud dalam organ yang disebut mata. Makhluk hidup menggunakan indera ini untuk melihat kondisi disekitar lingkungan ( Campbell, 2011).
    Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Yang dilakukan mata yang paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah lingkungan sekitarnya adalah terang atau gelap. Mata yang lebih kompleks dipergunakan untuk memberikan pengertian visual (Bickley, 2006).
Mata terdiri atas bagian luar dan dalam, bagian luar mata terdiri atas bulu mata, alis mata, dan kelopak mata, sedangkan pada bagian dalam mata terdiri atas kornea, sklera, pupil, retina, bintik buta, iris, dan saraf optik yang masing-masing mempunyai fungsi yang spesifik (Khaw, 2004).
     Mata manusia memiliki cara kerja otomatis yang sempurna, mata dibentuk dengan 40 unsur utama yang berbeda dan ke semua bagian ini memiliki fungsi penting dalam proses melihat kerusakan atau ketiadaan salah satu fungsi bagiannya saja akan menjadikan mata mustahil dapat melihat. Lapisan tembus cahaya di bagian depan mata adalah kornea, tepat di belakangnya terdapat iris, selain memberi warna pada mata, iris juga dapat mengubah ukurannya secara otomatis sesuai kekuatan cahaya yang masuk, dengan bantuan otot yang melekat padanya. Misalnya ketika berada di tempat gelap iris akan membesar untuk memasukkan cahaya sebanyak mungkin. Ketika kekuatan cahaya bertambah, iris akan mengecil untuk mengurangi cahaya yang masuk ke mata (Wahl, 2006). 
     Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan diatas bahwa pentingnya dilakukan praktikum ini adalah untuk mengetahui fenomena fisiologi mata dan mekanisme sistem kerja mata dengan perlakuan yang bervariasi serta memahami struktur anatomi bagian-bagian dari mata. 

1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam praktikum ini adalah :
Bagaimana cara mengidentifikasi bintik buta pada mata ?
Bagaimana cara mengetahui perimbangan entoptic pada pupil dan proses terjadinya astgmatisma ?
Bagaimana cara mengetahui batas konvergensi, adanya presepsi terang, buta warna dan fenomena purkinje ?
Bagaimana cara mengetahui efek setelah melihat warna, pola akibat getaran warna, dan gerakan hasil kerja terhadap mata ? 

1.3. Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan kesehatan mata, mengetahui mekanisme kerja dan peran pupil dalam menanggapi rangsangan cahaya, batas konvergensi terhadap setiap probandus, dampak perubahan bentuk lensa terhadap pengelihatan, warna yang sensitif terhadap sel batang dan sel kerucut pada setiap jenis probandus, adanya bintik buta warna dan fenomena purkinje pada setiap probandus, kemampuan mata untuk beradaptasi pada situasi tertentu, respon mata ketika melihat warna yang bergerak, daya akomodasi mata.

1.4. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dalam praktikum ini adalah mekanisme-mekanisme yang dipelajari dalam praktikum ini dapat bermanfaat untuk menolong atau mengobati orang yang kemungkinan besar mengalami gangguan pada matanya, hasil dari penelitian tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk bahan atau obat serta alat yang dapat diproduksi secara masal




BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Mata
2.2.1. Struktur Anatomi Mata
      Bola mata vertebrata terdiri atas sklera, lapisan luar yang keras dan berwarna putih, terbuat dari jaringan ikat dan lapisan dalam tipis dan berpigmen yang disebut koroid. Di bagian depan mata, sklera menjadi kornea yang transparanm yang melewatkan cahaya ke dalam mata serta bertindak sebagai lensa tetap. Di bagian depan mata, koroid membentuk iris yang berbentuk donat, yang memberikan warna pada mata, dengan mengubah ukuran iris meregulasi jumlah cahaya yang memasuki pupil, lubang di tengah iris. Tepat di dalam koroid, retina membentuk lapisan terdalam dari bola mata dan mengandung lapisan-lapisan neuron dan fotoreseptor. Informasi dari fotoreseptor meninggalkan mata pada cakram optik, suatu titik di bagian luar bawah retina, tempat saraf optik melekat ke mata. Lensa dan badan bersilia (ciliary body) membagi mata menjadi dua rongga, yakni rongga anterior di antara kornea dan lensa serta rongga posterior yang jauh lebih besar di belakang lensa. Badan bersilia terus menerus menghasilkan aqueus humor yang jernih dan berair yang mengisi rongga anterior. Rongga posterior yang terisi dengan vitreous humor serupa jeli, menyusun sebagian besar volume mata. Lensa sendiri adalah cakram protein transparan (Campbell, 2011).

2.2.2. Mekanisme Pengelihatan
        Jika kita amati bagian-bagian lebih kecil dari sel sebuah mata maka kehebatan penciptaan ini semakin terungkap. Anggaplah kita sedang melihat mangkuk kristalyang penuh dengan buah-buahan, cahaya yang datang dari mangkuk ini ke mata kita menembus kornea dan iris kemudian difokuskan pada retina oleh lensa jadi apa yang terjadi pada retina, sehingga sel-sel retina dapat merasakan adanya cahaya ketika partikel cahaya yang disebut foton mengenai sel-sel retina. Ketika itu mereka menghasilkan efek rantai layaknya sederetan kartu domino yang tersusun dalam barisan rapi. Kartu domino pertama dalam sel retina adalah sebuah molekul bernama 11-cis retinal. Ketika sebuah foton mengenainya molekul ini berubah bentuk dan kemudian mendorong perubahan protein lain yang berikatan kuat dengannya yakni rhodopsin. Kini rhodopsin berubah menjadi suatu bentuk yang memungkinkannya berikatan dengan protein lain yakni transdusin (Seeley, 2007).
        Transdusin ini sebelumnya sudah ada dalam sel namun belum dapat bergabung dengan rhodopsin karena ketidak sesuaian bentuk. Penyatuan ini kemudian diikuti gabungan satu molekul lain yang bernama GTP kini dua protein yakni rhodopsin dan transdusin serta 1   molekul kimia bernama GTP telah menyatu tetapi proses sesungguhnya baru saja dimulai senyawa bernama GDP telah berikatan dengan protein bernama phosphodiesterase yang senantiasa ada dalam sel. Setelah berikatan bentuk molekul yang dihasilkan akan menggerakkan suatu mekanisme yang akan memulai serangkaian reaksi kimia dalam sel. Mekanisme ini menghasilkan reaksi ion dalam sel dan menghasilkan energi listrik, energi ini merangsang saraf-saraf yang terdapat tepat di belakang sel retina (Standring, 2005).
      Bayangan yang ketika mengenai mata berwujud seperti foton cahaya ini meneruskan perjalanannya dalam bentuk sinyal listrik. Sinyal ini berisi informasi visual objek di luar mata. Agar mata dapat melihat sinyal listrik yang dihasilkan dalam retina harus diteruskan dalam pusat penglihatan di otak. Namun sel-sel saraf tidak berhubungan langsung satu sama lain ada celah kecil yang memisah titik-titik sambungan mereka lalu bagaimana sinyal listrik ini melanjutkan perjalanannya di sini serangkaian mekanisme rumit. Molekul kimia pengangkut ini yang terletak pada titik sambungan sel-sel saraf berhasil membawa informasi yang datang dari mata dari satu saraf ke saraf yang lain. Ketika dipindahkan ke saraf berikutnya, sinyal ini diubah lagi menjadi sinyal listrik dan melanjutkan perjalanannya ke tempat titik sambungan lainnya. Dengan cara ini sinyal berhasil mencapai pusat penglihatan pada otak, di sini sinyal tersebut dibandingkan informasi yang ada di pusat memori dan bayangan tersebut ditafsirkan akhirnya kita dapat melihat mangkuk yang penuh buah-buahan ,kita saksikan sebelumnya karena adanya sistem sempurna yang terdiri atas ratusan komponen kecil ini dan semua rentetan peristiwa yang menakjubkan ini terjadi pada waktu kurang dari 1 detik (Monkhouse, 2007).

2.2.3. Akomodasi Mata
Pengertian daya akomodasi mata adalah daya kemampuan lensa mata untuk menebal dan menipis jika melihat objek yang ada di depan nya (jauh atau dekat). Kemampuan lensa mata untuk menebal dan menipis sesuai dengan jarak yang dilihatnya ,kemampuan lensa untuk berkontraksi dan berelaksasi, dan kemampuan lensa mata untuk mencembung atau memipih agar bayangan tepat jatuh di retina (Khaw, 2004).

2.2.4. Gangguan Pada Mata
Miopi yakni seseorang yang tidak dapat melihat benda yang berjarak jauh. Biasanya terjadi pada pelajar.dapat dibantu dengan kacamata berlensa cekung. Hipermetropi Hipermetropi yaitu seseroang yang tidak dapat melihat benda yang berjarak dekat dari mata. Dapat dibantu dengan kacamata berlensa cembung. Presbiopi adalah seseorang yang tidak dapat melihat benda yang berjarak dekat maupun berjarak jauh.Dapat dibantu dengan kacamata berlensa rangkap. Biasa terjadi pada lansia. Kerabunan dan kebutaan Buta berarti seseorang tidak dapat melihat benda apapun sama sekali. Buta bisa saja diakibatkan keturunan, maupun kecelakaan. Rabun berarti seseorang hanya dapat melihat dengan samar-samar. Orang-orang yang buta maupun rabun biasanya "membaca" dengan jari-jarinya. Ini disebut huruf Braille (Monkhouse, 2007).



BAB III
METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum dengan judul “ INDERA PENGELIHATAN DAN PRESEPSI “  yang dilaksanakan pada tanggal 14 Oktober 2014 hari Selasa pada pukul 13.00-15.40 di Laboratorium Biologi Dasar Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang.

3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah gmabar peragaan bintik buta (662416), penggaris, kecamata non transparan (662413), diafragma dengan tengahnya berlubang diameter 2 mm (662414), pensil dan kertas balnko, sampel cetakan (662416), sampel cetakan (662416), kacamata, filter warna merah dan biru (662414), gambar sampel berwarna (662417), kacamata (Filter Abu-Abu), sampel warna, total colour blindness 17, dua gambar peraga (662417), motor penggerak dengan kecepatan teratur (662410), dua gambar peraga diskus, gambar peraga cakram spiral (662411).

3.3. Cara Kerja
3.3.1. Bintik Buta
Ditutup matanya sebelah kiri dengan menggunakan telapak tangan kiri. Gambar peragaan “ Blin Spot” dipegang dengan tangan kanan terbentang sejauh mungkin di depan muka, dengan posisi gambar bulan sabit disebelah kanan dan gambar bintang di sebelah kiri.Diinstruksikan agar memperhatikan gambar bintang yang sebelah atas dari jarak sejauh mungkin yang dapat dikerjakan.
Diinstruksikan agar menggerakkan gambar peraga dengan pelan-pelan menuju ke mata hingga hilang kemudian berhenti Diukur jarak antara peraga dan mata.

3.3.2. Perimbangan Entoptic Pada Pupil
Diinstruksikan agar memakai kacamata yang telah ditempelkan diafragma pada sebelah muka dari kacamata terbuka sebelah kanan dan yang kiri terbuka langsung, dan mata sebelah ditutup dengan tangan kiri dan selembar kertas putih yang terletak dimuka-diatas meja diperhatikan maka akan terlihat suatu gambaran yang melingkar, yang agak kabur dan titik terang. Diinstruksikan agar melepaskan tangan yang menutup mata, lalu diperhatikan apa yang terjadi pada titik terang yang dilihat, di jelaskan bagaimana perubahan diskus yang terang bila mata satunya ditutup lagi. Diinstrusikan agar menjelaskan apakah ada gerakan pupil yang hilang, dan mengapa pupil belakang diafragma menciut bila mata lain dibuka. Dinstruksikan kembali agar menutup lagi matanya pada kacamata yang terbuka dan dilihat melalui diafragma ujung pensil yang diletakkan diatas kertas putih. Disuruh mengamati apa yang terjadi pada pupil saat ujung pensil digerakkan menjauhi kertas putih dan difragma ditutup

3.3.3. Astigmatisma
Disuruh melihat gambar bentuk diskus (bulatan), apakah betul hanya terlihat garis lingkaran-lingkaran gelap, apakah pada semua tempat tampak garis-garis sama lebar dan sama gelap, apakah terlihat bila salah satu dari mata tertutup, apakah kedua mata tampak sama dan apa yang terlihat pada sampel jika digerakkan pelan-pelan Disuruh melihat bentuk silang dengan hanya memakai satu mata, dan digerakkan dengan pelan gambar tersebut sehingga posisi X menjadi +, diamati apakah garis gelap yang tinggal sama dengan yang hitam, apa terdapat perbedaan antara garis gelap yang sama dalam setiap batang atau ada perubahan warna.


3.3.4. Batas Konvergensi
Disuruh mengambil sampel dengan tangan kanan dan diletakkan di depan muka dan diamati dengan cermat.Disuruh menggerakkan sampel tersebut secara perlahan mendekati mata dan diamati apa yang dapat diperhatikan bila gambar cetak tersebut selalu menyetuh ujung hidung.

3.3.5. Kedalam Persepsi Terang
Disuruh memakai kacamata yang telah dimasukkan filter biru sebelah kanan dan filter merah sebelah kiri yang nantinya akan digunakan untuk melihat sampel dengan penerangan yang baik memakai kacamata tersebut. Disuruh memperhatikan semua gambar dan dilihat beberapa perubahan yang terjadi, kemudian filter merah ditukar dikanan dan filter biru dikiri, dan diperhatikan apa yang terjadi pada gambar yang dilihat. Disuruh menjelaskan apa yang terjadi beberapa saat mengawasi gambar melalui kacamata, dan digerakkan pada salah satu sisi, apakah yang dilihat.Disuruh menjelaskan kejadian apa yang telah dilihat.

3.3.6. Buta Warna dan Fenomena Purkinje
Disuruh menggunakan kacamata yang telah dimasukkan filter abu-abu dalam kacamata tersebut dan disuruh menunggu selama lima menit, dan bila tidak terlihat sesuatu kemudian satu filter diambil. Bila masih bias maka satu filter lagi ditambahkan Disuruh memperhatikan sampel warna dengan hati-hati, dilihat sisi mana yang tampak terang. Disuruh melepas kacamata dan memperhatikan sampel warna, sisi mana yang tampak terang tanpa kacamata

3.3.7. Efek Setelah Melihat Warna
Disuruh memperhatikan titik hitam yang terletak di tengah antara warna-warna kurang lebih 30 detik
Disuruh menggerakkan mata ketitik hitam yang terdapat pada lembar putih yang berada di sebelahnya dan diperhatikan tanpa menggerakkan mata. Disuruh memperhatikan apa yang terjadi setelah beberapa saat kemudian dan catatan dibuat setelah melihat tipe warna.

3.3.8. Pola Akibat Getaran Warna
Ditempelkan gambar peraga pada salah satu motor penggerak seperti pada petunjuk. Dihidupkan dengan kecepatan pelan-pelan sampai kecepatan sedang. Diperhatikan putaran-putaran itu pada jarak 1-2 m dari tempat lingkaran yang memusat (berapa jumlahnya). Diatur kecepatan putarannya sampai tampak ada perbedaan lingkaran yang mungkin terjadi Diamati, apakah lingkaran-lingkaran itu menampakkan perbedaan sejumlah berkas sinar yang berwarna dan mengapa lingkaran tampak tidak sama.

3.3.9. Gerakkan Akibat Hasil Kerja
Diperhatikan dalam putaran lambat dan diawasi dari jarak 1-2 m. Diperhatikan pada pusat pergerakan cakram selama 30 detik atau lebih kemudian dibuat observasi dengan melihat hidup teman dan dicatat apa yang terjadi serta percobaan tersebut diulangi dengan mengubah arah putaran pada arah yang berlawanan. Dilakukan penghentian mendadak (oleh orang lain) pada pusat pergerakan putaran. Percobaan tersebut diulangi dengan menutup sebelah mata dan tangan, dan diperhatikan apa yang terjadi.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Analisis Prosedur
Pada uji bintik buta, mata sebelah kiri pada praktikan ditutup dengan telapak tangan kiri hal tersebut bertujuan untuk mengetahui kesehatan mata yang tidak ditutup, dan yang harus diperhatikan pada uji ini adalah memandang terus-menerus gambar bintang sebelah atas, memegang gambar peraga dengan posisi horisontal, memegang gambar peraga sedemikian rupa sehingga bulan sabit ada disebelah kanan dan bintang disebelah kiri, memandang dengan sebelah mata kanan atau kiri, sebaiknya bila yang dipakai memandang mata kiri, bulan sabit disebelah kiri dan bintang disebellah kanan, bila gambar bulan sabit tidak hilang seluruhnya, orientasi gambar diubah sehingga posisi bulan sabit lebih atas/bawah sedikit dari kedudukan bintang. Penggaris digunakan untuk mengukur jarak titik buta pada masing-masing probandus, pada uji perimbangan entoptic pada pupil digunakan kacamata non transparana yang berfungsi untuk mengetahui kemampuan pupil dalam mengatur banyak masuknya cahaya yang masuk ke mata, kemudian juga digunakan diafragma yang berfungsi mengetahui kemampuan pupil dalam menanggapi rangsangan cahaya, kemudaia digunakan pensi yang berfungsi untuk mencatat perlakuan dan kertas balnko. Pada percobaan astigmatisma digunakan sampel cetakan (662416) yang berfungsi untuk mengetahui dampak perubahan lensa terhadap pengelihatan, pada uji batas konvergensi digunakan sampel cetakan (662416) yang berfungsi untuk mengetahui batas konvergensi pada setiap probandus. Kedalam presepsi terang pada percobaannya memakan kacamata, filter warna merah dan biru yang berfungsi untuk mengetahui sensitifitas sel batang dan sel kerucut serta digunakan gambar sampel berwarna (662417) yang berfungsi untuk obyek pengelihatan. Pada percobaan buta warna dan fenomena purkinje digunakan kacamata filter (abu-abu) dan sampel warna yang berfungsi untuk mengetahui fenomena buta warna pada masing-masing probandus serta purkinje. Pada praktikum efek setelah melihat warna digunakan dua yang  berfungsi untuk mengetahui kemampuan mata beradaptasi pada situasi tertentu, pada uji pola akibat getara warna digunakan motor penggerak dengan kecepatan yang teratur serta dua gambar diskus,   yang berfungsi untuk mengetahui respon mata ketika melihat warna yang bergerak. Pada percobaan gerakan hasil kerja digunakan motor penggerak dengan kecepatan teratur dan gambar peraga cakram spiral yang berfungsi untuk mengetahui kemampuan mata dalam melakukan akomodasi.

4.2. Analisis Hasil
4.2.1. Intepretasi Data Pada Masing-Masing Uji dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Uji
Pada uji bintik buta probandus normal pria wanita bintik buta yang dimiliki sekitar 10 cm dan 26 cm meter namun pada probandus minus dan silinder hanya memiliki jarak bintik buta sekitar 50 cm, 10 cm, kanan 20 cm, dan kiri sebesar 27cm, pada uji perimbangan entoptic pada pupil probandus normal baik laki-laki maupun perempuan melihat dengan mata tertutup kelihatan terang, mata terbuka blur, mata tertutup besar ,dan mata terbuka kecil, namun pada probandus minus dan silinder adalah besar, kecil, besar, kecil, dan besar. Pada uji astigmatisma, probandus normal pria dan wanita pada pertanyaan 1,2,3,4,5,6 adalah iya dan bergerak namun berbeda pada probandus minus dan silindris kebanyakan tidak dan bergerak. Batas konvergensi pada probandus normal baik pria maupun wanita yaitu 6 cm dan sangat dekat pada probandus minus mempunyai jarak 9 cm dan 10,5 cm dan silinder jaraknya sekitar 8 cm dan 2,5 cm, pada percobaan ke dalam presepsi terang pada probandus normal baik laki-laki maupun perempuan tanpa filter dapat melihat cahaya dan saat dimasukkan filter biru akan melihat warna biru dan filter merah akan melihat warna merah namun berbeda dengan probandus silinder dan minus tanpa filter dapat melihat cahaya , pada filter biru melihat warna abu-abu dan hitam, pada filter merah hanya dapat melihat warna hitam dan merah. Pada uji efek setelah melihat warna, probandus normal baik laki-laki maupun perempuan dapat melihat biru kuning dan biru ungu pada mata kiri dan kanan namun pada probandus minus dan silindris melihat warna kuning, biru, biru kuning, kuning merah dan biru hijau. Pada uji pola akibat getaran warna pada probandus normal warna dominan kuning menjadi kuning dan biru , dominan biru menjadi biru dan biru, dominan merah menjadi ungu dan ungu, sama menjadi abu-abu dan cokelat, pada probandus minus dominan kuning menjadi cokelat dan hijau, dominan biru menjadi abu-abu gelap dan biru, dominan merah menjadi ungu tua dan merah, sama menjadi ungu dan cokelat, pada probandus silinder warna dominan kuning menjadi kunig dan biru kekuningan, dominan biru menjadi biru dan biru dongker, dominan merah menjadi merah kebiruan dan hitam putih, sam menjadi ungu dan hitam keputihan. Pada uji gerakan akibat hasil kerja pada probandus normal baik perempuan dan laki-laki gerakannya ke luar namun pada probandus minus dan silinder gerakannya ke dalam.    

4.2.2. Macam-Macam Buta Warna
Anomalous trichromacy adalah gangguan penglihatan warna yang dapat disebabkan oleh faktor keturunan atau kerusakan pada mata setelah dewasa. Penderita anomalous trichromacy memiliki tiga sel kerucut yang lengkap, namun terjadi kerusakan mekanisme sensitivitas terhadap salah satu dari tiga sel reseptor warna tersebut. Penderita buta warna dapat melihat berbagai warna akan tetapi dengan interpretasi berbeda dari pada normal yang paling sering ditemukan adalah trikromat anomali, kelainan terdapat pada short-wavelenght pigment (blue). Pigmen biru ini bergeser ke area hijau dari spectrum merah. Penderita mempunyai ketiga pigmen kerucut akan tetapi satu tidak normal, kemungkinan gangguan dapat terletak hanya pada satu atau lebih pigmen kerucut. Pada anomali ini perbandingan merah hijau yang dipilih pada anomaloskop berbeda dibanding dengan orang normal. Deutronomali, disebabkan oleh kelainan bentuk pigmen middle-wavelenght (green). Protanomali adalah tipe anomaloustrichromacy dimanaterjadi kelainan terhadap long-wavelenght (red) pigmen, sehingga menyebabkan rendahnya sensitifitas warna merah. Artinya penderita protanomali tidak akan mempu membedakan warna dan melihat campuran warna yang dilihat oleh mata normal. Penderita juga akan mengalami penglihatan yang buram terhadap warna spektrum merah. Hal ini mengakibatkan mereka dapat salah membedakan warna merah dan hitam. Dichromacy adalah jenis buta warna di mana salah satu dari tiga sel kerucut tidak ada atau tidak berfungsi. Akibat dari disfungsi salah satu sel pigmen pada kerucut, seseorang yang menderita dikromati akan mengalami gangguan penglihatan terhadap warna-warna tertentu (Campbel, 2011).
      Protanopia adalah salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh tidak adanya photoreceptor retina merah. Pada penderita protonopia, penglihatan terhadap warna merah tidak ada. Dichromacy tipe ini terjadi pada 1 % dari seluruh pria. Keadaan yang paling sering ditemukan dengan cacat pada warna merah hijau sehingga sering dikenal dengan buta warna merah  hijau. Deutranopia adalah gangguan penglihatan terhadap warna yang disebabkan tidak adanya photoreceptor retina hijau. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam membedakan hue pada warna merah dan hijau (red-green hue discrimination). Tritanopia adalah keadaan dimana seseorang tidak memiliki short-wavelength cone. Seseorang yang menderita tritanopia akan kesulitan dalam membedakan warna biru dan kuning dari spektrum cahaya tanpak. Tritanopia disebut juga buta warna biru-kuning dan merupakan tipe dichromacy yang sangat jarang dijumpai. Monochromacy atau akromatopsia adalah keadaan dimana seseorang hanya memiliki sebuah pigmen cones atau tidak berfungsinya semua sel kerucut (cones cell). Pasien hanya mempunyai satu pigmen kerucut (monokromat rod atau batang). Pada monokromat kerucut hanya dapat membedakan warna dalam arti intensitasnya saja dan biasanya 6/30. Pada orang dengan buta warna total atau akromatopsia akan terdapat keluhan silau dan nistagmus dan bersifat autosomal resesif .Bentuk buta warna ini dikenal juga yaitu monokromatisme rod (batang) atau disebut juga suatu akromatopsia di mana terdapat kelainan pada kedua mata bersama dengan keadaan lain seperti tajam penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus, fotofobia, skotoma sentral, dan mungkin terjadi akibat kelainan sentral hingga terdapat gangguan penglihatan warna total, hemeralopia (buta silang) tidak terdapat buta senja, dengan kelainan refraksi tinggi. Pada pemeriksaan dapat dilihat adanya makula dengan pigmen abnormal (Guyton, 2007).

4.2.3. Sel Kerucut dan Sel Batang
       Sel batang adalah sel fotoreseptor di dalam retina yang dapat berfungsi pada kondisi cahaya yang redup. Sel batang berlawanan dengan sel kerucut. Pada umumnya terdapat sekitar 125 juta sel batang pada mata manusia. Sel ini lebih sensitif dibandingkan dengan sel kerucut sehingga sel inilah yang bertanggung jawab terhadap penglihatan dalam gelap. sel batang memiliki bentuk sedikit lebih lebar dari sel kerucut, namun keduanya memiliki struktur dasar yang sama. Bagian pigmen ada di sebelah luar, terletak di jarinan epitel membentuk homeostasis sel. Pada ujung jaringan epitel ini terdapat banyak cakram bertumpuk. Sel batang memiliki daerah pigmen visual yang luas, sehingga memiliki kemampuan menyerap cahaya dengan baik. Karena sel batang hanya memiliki satu jenis yang sensitiv terhadap cahaya, (sel kerucut memiliki tiga jenis pigmen atau lebih) sehingga sel batang tidak bisa membedakan warna. Reseptor warna atau sering juga disebut sel kerucut  adalah sel penerima sinar di dalamretina mata yang bertanggung jawab terhadap penglihatan warna. Sel kerucut akan bekerja dengan baik pada kondisi yang cukup terang. Sebagai lawannya, sel batang akan bekerja dengan baik pada cahaya yang redup (Khaw, 2004).
      Osterberg pada tahun 1935 mengatakan, ada sekitar enam juta sel kerucut pada mata manusia. Sementara Curcio pada tahun 1990 mengatakan ada sekitar 4,5 juta sel kerucut dan 90 juta sel batang pada retina manusia. Sel kerucut kurang sensitif terhadap cahaya dibandingkan sel batang, tapi sel kerucut mampu membedakan warna. Sel kerucut juga dapat melihat detail yang lebih halus dan karena memiliki respon yang cepat terhadap perubahan. Karena manusia biasanya memiliki tiga jenis sel kerucut dengan iodopsin berbeda, yang memiliki kurva respon yang berbeda, dengan demikian manusia menanggapi variasi warna dengan cara yang berbeda. Hal ini yang mebuat manusia memiliki penglihatan trikromatik. Pada kasus but warna, satu atau lebih sel kerucut tidak berfungsi sebagai mana mestinya, sehingga penderita buta warna tidak bisa melihat warna tertentu. Pernah juga di laporkan bahwa ada manusi yang memiliki empat atau lebih sel kerucut yang membuat mereka memiliki penglihatan tetrakromatik. Kerusakan pada sel kerucut akan menyebapkan kebutaan (Bickley, 2006).

4.2.4. Mekanisme Pengelihatan
      Cahaya yang masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan lubang bundar anterior di bagian tengah iris yang mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata. Pupil membesar bila intensitas cahaya kecil (bila berada di tempat gelap), dan apabila berada di tempat terang atau intensitas cahayanya besar, maka pupil akan mengecil. Yang mengatur perubahan pupil tersebut adalah iris, yang merupakan cincin otot yang berpigmen dan tampak di dalam aqueous humor, iris juga berperan dalam menentukan warna mata. Setelah melalui pupil dan iris, maka cahaya sampai ke lensa. Lensa ini berada diantara aqueous humor dan vitreous humor, melekat ke otot–otot siliaris melalui ligamentum suspensorium. Fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif yang bervariasi selama berakomodasi, juga berfungsi untuk memfokuskan cahaya ke retina. Apabila mata memfokuskan pada objek yang dekat, maka otot–otot siliaris akan berkontraksi, sehingga lensa menjadi lebih tebal dan lebih kuat. Dan apabila mata memfokuskan objek yang jauh, maka otot–otot siliaris akan mengendur dan lensa menjadi lebih tipis dan lebih lemah. Bila cahaya sampai ke retina, maka sel–sel batang dan sel–sel kerucut yang merupakan sel–sel yang sensitif terhadap cahaya akan meneruskan sinyal–sinyal cahaya tersebut ke otak melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya yang tertangkap oleh retina adalah terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi persepsi pada otak terhadap benda tetap tegak, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal. Supaya benda terlihat jelas, mata harus membiaskan sinar–sinar yang datang dari benda agar membentuk bayangan tajam pada retina. Untuk mencapai retina, sinar–sinar yang berasal dari benda harus melalui lima medium yang indeks biasnya (n) berbeda: udara (n=1,00), kornea (n=1,38), humor aqueous (n=1,33), lensa (n=1,40 (rata-rata)) dan humor vitreous (n=1,34). Setiap kali sinar lewat dari satu medium ke medium yang lain, sinar itu dibiaskan pada bidang batas. Bagian terbesar dari daya bias mata bukan dihasilkan oleh lensa, akan tetapi terjadi pada bidang batas antara permukaan anterior kornea dan udara, hal ini dapat terjadi karena perbedaan indeks bias antara kedua medium ini cukup besar. Perbedaan indeks bias yang kecil akan sangat menurunkan kekuatan pembiasan cahaya di kedua permukaan lensa (Wahl, 2006).

4.2.5. Penyakit Indera Pengelihatan
       Miopi atau mata dekat adalah cacat mata yang disebab-kan lensa mata terlalu cembung sehingga bayangan jatuh di depan bintik kuning (retina). Miopi disebut pula rabun jauh, karena tidak dapat melihat jauh. Penderita miopi hanya mampu melihat jelas pada jarak yang dekat. Untuk membantu penderita miopi, sebaiknya memakai kaca mata berlensa cekung (negatif). Hipermetropi atau mata jauh adalah cacat mata yang disebabkan lensa mata terlalu pipih sehingga bayangan jatuh di belakang bintik kuning. Hipermetropi disebut pula rabun dekat, karena tidak dapat melihat dekat. Penderita hipermetropi hanya mampu melihat jelas pada jarak yang jauh. Untuk membantu penderita hipermetropi, dipakai kacamata lensa cembung (lensa positif). Presbiopi umumnya terjadi pada orang berusia lanjut. Keadaan ini disebabkan lensa mata terlalu pipih dan daya akomodasi mata sudah lemah sehingga tidak dapat memfokuskan bayangan benda yang berada dekat dengan mata. Gangguan mata seperti itu dapat dibantu dengan memakai kacamata berlensa rangkap, di bagian atas kacamata dipasang lensa cekung untuk melihat benda yang jauh, sedangkan di bagian bawahnya dipasang lensa cembung untuk melihat benda dekat. Mata astigmatisma adalah cacat mata yang disebabkan kecembungan kornea tidak rata, sehingga sinar sejajar yang datang tidak dapat difokuskan ke satu titik, untuk membantu penderita astigmatisma dipakai kacamata silindris. Hemeralopi adalah gangguan mata yang disebabkan kekurangan vitamin A. Penderita rabun senja tidak dapat melihat dengan jelas pada waktu senja hari. Keadaan seperti itu apabila dibiarkan berlanjut terus mengakibatkan kornea mata bisa rusak dan dapat menyebabkan kebutaan. Oleh karena itu, pemberian vitamin A yang cukup sangat perlu dilakukan. Katarak adalah cacat mata yang disebabkan pengapuran pada lensa mata sehingga penglihatan menjadi kabur dan daya akomodasi berkurang. Umumnya katarak terjadi pada orang yang telah lanjut usia. Buta warna merupakan gangguan penglihatan mata yang bersifat menurun. Penderita buta warna tidak mampu membedakan warna-warna tertentu, misalnya warna merah, hijau, atau biru. Buta warna tidak dapat diperbaiki atau disembuhkan (Porth, 2005).



BAB V
PENUTUP


5.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil praktikum yang telah dilakukan  kemampuan pengelihatan jarak dekat – jauh, daya akomodasi, dan hasil uji-uji yang ada dilakukan bahwa pencitraan pengelihatan yang dihasilkan oleh indera pengelihatan sangat baik pada probandus normal daripada probadus minus dan silindris (laki-laki dan perempuan) yang mempunyai citra pengelihatan yang kurang.

5.2. Saran
Perlu dilakukan penjelasan ulang mengenai uji gerakan hasil kerja, kedalam presepsi terang, buta warna dan fenomena purkinje, karena ketiga uji tersebut sulit dipahami.




DAFTAR PUSTAKA

Bickley, L.S., and Szilagyi, P.G. 2006. Physical Examination and History Taking, 9th ed.
           Lippincott Williams & Wilkins .Philadelphia.

Campbel, Neil. 2011. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Erlangga. Jakarta.

Guyton. 2007. Fisiologi, Anatomi, dan Mekanisme Penyakit Kedokteran. EGC. Jakarta.

Khaw, P. T., Shah, P., & Elkingkton, A. R. 2004. Fundamental of Human Physiologi.
            Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.

Monkhouse, W.S. 2007. Master Medicine: Clinical Anatomy, 2nd ed. Churchill Livingstone,
           Inc. New York.
Levi, D. M. 2005. Preceptual learning in adults with amblyopia: A reevaluation of critical periods
           in human vision. Development Physiology. 46:222-232.

Porth C. M. 2005. Pathophysiology Concepts of altered health states (7th ed.). Lippincott Williams
          & Wilkins. Philadelphia.

Seeley, R.R., et al. 2007. Anatomy and Physiology, 8th ed. McGraw-Hill Book Co. New York.

Standring, S. Gray's. 2005. Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practice, 39th ed.
          Churchill Livingstone, Inc. New York.

Wahl, I. 2006. Building Anatomy: An Illustrated Guide to How Structures Work. McGraw-Hill
          Book Co. New York.

Terimakasih kawan sudah membaca postingan saya kali ini semoga mendapatkan ilmu yang bermanfaat untuk mendownload versi full silahkan klik disini

No comments:

Post a Comment