Laporan Praktikum Anatomi dan Fisiologi Hewan Indera Perasa dan Pembau

Terimakasih kawan sudah mampir di blog saya ,semoga ilmu yang di dapatkan menjadi bermanfaat, untuk mendownload laporan versi full dapat klik disini




LAPORAN PRAKTIKUM
ANATOMI FISIOLOGI HEWAN


INDERA PERASA DAN PEMBAU

Oleh :
Viol Dhea Kharisma
135090107111007







LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014



INDERA PERASA DAN PEMBAU

Viol Dhea Kharisma
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 
Universitas Brawijaya

ABSTRAK
Indera pengecap merupakan salah satu indera yang berfungsi untuk merasakan rasa tertentu dan indera pembau memiliki peranan penting pada proses pengenalan berbagai bau. Pentingnya dilakukan praktikum ini agar mahasiswa biologi mampu menjelaskan, mendeskripsikan, serta mengetahui mekanisme fenomena fisiologis serta struktur anatomi pada indera perasa dan pembau. Manfaat yang dapat di dapatkan dalam praktikum ini yaitu mahasiswa mampu mempelajari anatomi dan fisiologi indera perasa dan pembau serta dapat bermanfaat dalam studi kasus misalnya patofisiologi pada indera pengecap dan pembau. Praktikum dilakukan dengan beberapa metode yang berbeda yaitu pada saat uji kemampuan indera pengecap metode yang digunakan untuk mengetahui lokasi reseptor pengecap dan menghitung  waktu sensasi, pada uji kemampuan indera pembau metode yang dilakukan yaitu untuk mengetahui kepekaan reseptor pembau pada probandus yang berbeda, dan yang terakhir untuk mengetahui hubungan pengaruh antara indera pembau dan pengecap maka juga dilakukan uji dengan metode yang spesifik. Hasil yang telah didapatkan dalam praktikum ini adalah bahwa pada orang sehat baik wanita maupun pria indera pengecap dan pembau memiliki sensitifitas atau kepekaan yang tinggi, waktu sensasi yang cepat dan pada bagian lidah terdapat spesifikasi rasa yang berbeda seperti bagian ujung merasakan rasa manis, tepi depan asin, tepi belakang asam, dan pangkal merasakan rasa pahit.

Kata kunci : Hidung, Indera pengecap, Lidah, Indera pembau


BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
      Biologi merupakan ilmu yang mempelajari apa arti kehidupan, hidup adalah sesuatu dalam konteks ruang dan waktu, dan biologi juga mempelajari fenomena kehidupan yang terjadi di dalam tubuh suatu makhluk hidup. Salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari mekanisme faal dan aktivitas yang mencerminkan kehidupan di dalam tubuh adalah fisiologi. Fenomena fisiologi yang terjadi di dalam tubuh dapat berupa kemampuan bekerja maksimal dan efisien pada alat indera (Campbel, 2011).
       Indera merupakan alat penghubung/kontak antara jiwa dalam wujud kesadaran rohani diri dengan material lingkungan. Lima macam indera berfungsi sebagai alat sensor, indera terdiri atas alat pembantu untuk melihat (mata), alat pembantu untuk mengecap (lidah), alat pembantu untuk membau (hidung), alat pembantu untuk mendengar (telinga), dan alat pembantu untuk merasakan (kulit/indera peraba) (Guyton, 2007).
      Hidung adalah bagian yang paling menonjol di wajah, yang berfungsi menghirup udara pernapasan, menyaring udara, menghangatkan udara pernapasan. Hidung merupakan alat indera manusia yang menanggapi rangsangan berupa bau atau zat kimia berupa gas (Standring, 2005).
Lidah adalah sekumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut yang dapat membantu pencernaan makanan dengan mengunyah dan menelan. Lidah dikenal sebagai indera pengecap karena memiliki beberapa struktur tunas pengecap. Lidah juga turut membantu dalam tindakan bicara dan membolak-balikkan makanan (Porth, 2005).
           Berdasarkan hal yang telah dijelaskan diatas bahwa pentingnya dilakukan praktikum ini adalah untuk mengetahui struktur anatomi, fungsi, dan respon fisiologi pada indera penciuman dan indera pengecap.

1.2. Rumusan Masalah
       Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam praktikum ini adalah :
Bagaimana variasi waktu yang terjadi pada saat sensasi ?
Bagaimana cara mengetahui variasi waktu yang terjadi saat sensasi dilakukan ?
Bagaimana cara mengetahui kepekaan reseptor pembau pada probandus yang berbeda ?
Bagaimana cara mengetahui pengaruh indera pembau terhadap kesan pengecapan ?


1.3. Tujuan
    Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mampu mengetahui lokasi pengecapan manusia, mengetahui variasi waktu sensasi, kepekaan reseptor pembau pada probandus yang berbeda, dan pengaruh indera pembau terhadap kesan pengecapan.

1.4. Manfaat
      Manfaat yang dapat diambil dalam praktikum ini adalah agar mahasiswa biologi dapat memahami bagaimana struktur anatomi, fungsi, dan mekanisme fisiologi yang terjadi pada indera pembau dan pengecap serta dapat menjadi dasar penelitian dalam patofisiologi penyakit yang menyerang alat indra khususnya pada indera pembau dan pengecap.


BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Lidah
2.2.1. Struktur Anatomi dan Fisiologi Lidah
      Reseptor pengecapan disebut papil pengecap (taste bud). Papil pengecap terletak di lidah dengan suatu pola dan mengalami depolarisasi papil pengecap menyebabkan potensial aksi dan cetusan potensial aksi saraf kranial V, VII, IX, dan X. Saraf tersebut mengirimkan informasi ke korteks pengecapan di lobus parietalis, tempat sensasi diidentifikasi (Wahl, 2006).
     Terdapat papil pengecap spesifik untuk berbagai sensasi rasa yang berbeda di antaranya sampai kini belum teridentifikasi. Reseptor pengecapan yang diketahui biasanya dibagi menjadi reseptor yang berespons terhadap rasa manis, pahit, asin, dan asam. Aktivasi reseptor yang berbeda-beda dengan tingkatan yang berlainan oleh zat yang terdapat dalam makanan, menghasilkan rasa yang beragam. Indera pengecapan memulai pencernaan dan memberikan stimulus untuk makan, Dapat terjadi adaptasi (penurunan pencetusan potensial aksi) papil pengecap apabila pajanan terhadap stimulus kimia berlangsung lama. Obat-obatan tertentu, termasuk nikutin, dapat menyebabkan sensitisasi beberapa reseptor sambil mendesensitisasi reseptor lainnya sehingga menyebabkan sensasi pengecapan berubah (Levi, 2005).

2.2. Hidung
2.2.1. Struktur Anatomi dan Fisiologi Hidung
    Indera penciuman dihasilkan oleh sel reseptor, yang disebut sel olfaktorius, yang melapisi membran mukosa hidung. Sel olfaktorius mengandung silia yang mengalami depolarisasi apabila diikat oleh zat kimia tertentu yang sesuai dengan bau spesifik di udara. Beberapa jenis silia mengalami hiperpolarisasi sebagai respon terhadap satu bau spesifik. Depolarisasi yang signifikan atau hiperpolarisasi sillia menyebabkan pencetusan potensial aksi di neuron saraf olfaktorius (saraf kranial I ) yang berakhir di bulbus olfaktorius lobus frontalis. Dari sana, sinyal bergerak ke korteks penciuman di sistem limbik otak. Sel reseptor olfaktorius cepat beradaptasi terhadap bau yang kontinu (Khaw, 2004).

2.3. Patofisiologi
2.3.1. Konsep Patofisiologi Indera Pengecap dan Pembau
       Penurunan ketajaman pengecapan dan penciuman terjadi sejalan dengan penuaan yang normal. Penyakit penyerta, termasuk penyakit Alzheimer, dan obat-obatan tertentu yang diminum oleh lansia dapat memperburuk penurunan pengecapan dan penciuman yang normal. Penurunan pengecapan dan penciuman dapat menyebabkan kurangnya nafsu makan yang terlihat pada beberapa individu lansia dan dapat menjelaskan sebagian mengapa lansia sering memberi garam terlalu banyak ke dalam makanan mereka, yang menarik presepsi manis tidak hilang sejalan dengan usia, yang dapat menyebabkan kenaikan berat badan yang terlihat pada beberapa individu (Bickley, 2006). 


BAB III 
METODOLOGI


3.1. Waktu dan Tempat
      Praktikum dengan judul “ INDERA PERASA DAN PEMBAU “  yang dilaksanakan pada tanggal 7 Oktober 2014 hari Selasa pada pukul 13.00-15.40 di Laboratorium Biologi Dasar Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang.

3.2. Alat dan Bahan
    Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah  kertas tissue, penutup mata, stopwatch, cotton bud, spuit/syringe 2,5 ml, kapas, pisau, larutan gula, garam, pil kina, asam sitrat, air mineral, minyak tawon, minyak gas, parfum/minyak wangi, minyak cengkih, air putih, bengkowan, pisang, dan apel.

3.3. Cara Kerja
3.3.1. Mengetahui Lokasi Pengecap
      Praktikan dibersikan mulutnya dengan disuruh berkumur terlebih dahulu dengan air tawar dan dikeringkan menggunakan kertas tissue. Kemudian di tutup matanya, agar tidak mengetahui larutan apa yang dipergunakan lalu, disentuhkan ke bagian ujung, tepi depan, tepi samping (kiri-kanan) dengan menggunakan cotton bud dicelupkan pada salah satu larutan.

3.3.2. Menghitung Waktu Sensasi
      Pertama, praktikan dibersihkan rongga mulutnya dengan berkumur  menggunakan air mineral. Kedua ,permukaan lidah dikeringkan dengan kertas tissue dan dipertahankan agar lidah diluar mulut. Ketiga, larutan gula diletakkan pada lokasi yang sudah diketahui sensitif terhadap larutan gula kemudian, waktu yang diperlukan untuk merasakan larutan gula tersebut dihitung dengan menggunakan stopwatch. Terakhir, praktikan disuruh berkumur dengan air tawar setelah itu ditunggu selama 3 menit kemudian langkah-langkah sebelumnya diulangi namun menggunakan larutan asam sitrat, pil kina, garam dapur dan bubuk cabe.

3.3.3. Mengetahui Kepekaan Reseptor Pembau
       Pertama, praktikan di tutup matanya, kemudian salah satu minyak diambil dengan menggunakan jarum suntik, kemudian jarum suntik pada ujung syringe di lepas dan diletakkan dalam posisi lubang jarum di atas. Kedua, lubang jarum yang terbuka dimasukkan dan di dekatkan menuju lubang hidung pada satu sisi hidung, sedangkan satu sisi lainnya ditutup menggunakan kapas. Posisi syringe dibalikkan sehingga hidung menghirup parfum melalui pangkal sepuit. Ketiga, praktikan di tanya mana yang lebih bau, antara posisi 1 dan posisi 2. Keempat,  percobaan sebelumnya diulangi dengan menggunakan bahan lain. Kelima, praktikan ditutup lubang hidungnya yang satu dengan kapas dan yang satu tetap terbuka. Bahan pada spuit dituangkan secukupnya. Syringe dipegang dan di dekatkan pada hidung yang terbuka dengan jarak 1,5 cm di depan hidung. Keenam, praktikan diminta untuk menghirup dan menghembuskan udara lewat mulut, lalu percobaan tersebut diulangi berkali-kali sampai tidak lagi membau bahan tersebut.Terakhir,dihitung Olfactory Fatigue Times (OFT), dan diulangi 3x serta dihitung rata-ratanya. Percobaan diulangi semuanya dengan praktikan yang berbeda.

3.3.4. Pengaruh Indera Pembau Terhadap Kesan Pengecapan
Pertama, praktikan ditutup mata dan hidungnya, kemudian lidahnya dibersihkan dengan menggunakkan kapas/tissue. Kedua bahan diletakkan di atas lidah probandus secara bergantian, lalu ditanyakan apa yang dirasakan setiap kali bahan diletakkan di lidah dan apakah dapat membau dan mengecap. Percobaan diulangi namun pada keadaan hidung terbuka. Percobaan diulangi 2x pada praktikan yang sama dan diulangi untuk praktikan yang lain dan hasilnya dibandingkan.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Analisis Prosedur
       Pada percobaan mengetahui lokasi indera pengecap, mulut praktikan yang akan diuji disuruh berkumur dengan air tawar dengan tujuan untuk menetralkan rasa pada lidah dan dikeringkan menggunakan tissue agar lidah tidak merasakan rasa apapun. Kemudian mata ditutup agar tidak mengetahui larutan apa yang dipergunakan. Kemudian, cotton bud disentuhkan ke bagian ujung tepi depan, tepi samping untuk mengetahui rasa apa yang terjadi. Pada percobaan menghitung waktu sensasi untuk menguji berapa waktu yang diperlukan agar lidah mensensasi rasa adalah dengan cara meletakkan bahan pada bagian tertentu pada lidah, kemudian digunakan stopwtch yang berfungsi untuk menghitung waktu yang diperlukan atau lamanya lidah mengetahui sensasi rasa. Pada percobaan mengetahui kepekaan resptor pembau penutupan satu lubang hidung bertujuan untuk mengetahui kemampuan pembau lubang hidung tersebut. Syringe didekatkan pada hitung terbuka pada jarak 1,5 cm di depan hidung tujuannya agar bahan uji yang terdapat dalam syringe dapat dibau oleh hidung kemudian penghitungan OFT dan ORT bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ketidakpekaan (kelelahan) pembau dan waktu yang dibutuhkan untuk kesembuhan pembau. Pada percobaan pengaruh indera pembau terhadap kesan pengecapan, bahan uji diletakkan pada lidah probandus yang berbeda dengan tujuan untuk mendapatkan variasi data, mata dan hidung praktikan yang diuji ditutup agar mengetahui pengaruhnya terhadap kesan pengecapan lidah. Berikut merupakan fungsi alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini, kertas tissue berfungsi mengeringkan mulut, penutup mata berfungsi untuk menutup mata praktikan saat dilakukan uji kepekaan indera tertentu, stopwatch digunakan untuk menghitung lamanya proses pengecapan dan pembauan, coton bud untuk meletakkan bahan uji yang berwujud kristal pada bagian lidah tertentu, spuit/springe digunakan untuk mengambil larutan uji yang digunakan untuk mengetahui kepekaan reseptor pembau, pisau digunakan untuk memotong bahan yang pada misalnya bengkowan, pisang, apel, dan jambu. Fungsi dari bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini seperti larutan gula mensensasi rasa manis, garam-asin, pil kina-pahit, asam sitrat-asam, 

4.2. Analisis Hasil
4.2.1. Perbedaan Kepekaan Pengecapan Pada Probandus
       Berdasarkan pada hasil uji yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pada probandus sehat baik wanita dan pria memiliki kemampuan mengecap lebih sensitif atau peka dibandingkan probandus flu, suka pedas, dan perokok, hal tersebut dibuktikan pada saat peletakan bahan uji pada masing-masing bagian pada lidah seperti di bagian ujung dapat merasakan manis, tepi depan-asin, tepi belakang asam, dan pangkal pahit namun pada probandus yang lainnya bagian-bagian yang seharusnya mengecap rasa spesifik misalkan rasa manis berubah menjadi rasa masam dan seterusnya.

4.2.2. Perbedaan Variasi Waktu Mengecap
Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan bahwa, pada lidah orang sehat baik perempuan maupun laki-laki pada lidah basah dan kering memiliki kemampuan waktu mensensasi pengecapan yang sangat baik dan cepat dibandingkan lidah probandus lain seperti fulu, suka pedasm dan perokok. Jadi lidah orang sehat waktu pengecapannya cepat dibnding dari lidah orang sakit serta orang yang mempunyai kebiasaan buruk seperti merokok.



4.2.3. Perbedaan Hubungan Indera Pengecap dan Pembau Pada Probandus
Beradasarkan hasil uji yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pada probandus sehat baik pria dan wanita jika indera pembau ditutup maka indera pengecap tidak merasakan rasa buah yang diujikan, pada probandus flu baik pria maupun wanita indera pembau dibuka dan indera pengecapan diberi buah maka rasa buah tersebut menjadi tidak ada karena sesitivitas sel sensorik pada indera pengecap tidak dapat mengenali rasa buah tersebut karena hidung telah terkena gangguan penyakit influenza. Pada probandus suka pedas baik pria maupun wanita lidahnya memiliki kepekaan yang sama dengan probandus orang sehat. Pada probandus perokok indera pembau memiliki tingkat kepekaan yang sama dengan orang terkena flu. 

4.2.4. Jenis Papila Pada Lidah
       Permukaan atas lidah penuh dengan tonjolan (papila). Tonjolan itu dapat dikelompokkan menjadi tiga macam bentuk, yaitu bentuk benang, bentuk dataran yang dikelilingi parit-parit, dan bentuk jamur. Tunas pengecap terdapat pada paritparit papila bentuk dataran, di bagian samping dari papila berbentuk jamur, dan di permukaan papila berbentuk benang. Pada mamalia dan vertebrata yang lain, pada lidahnya terdapat reseptor untuk rasa. Reseptor ini peka terhadap stimulus dari zat-zat kimia, sehingga disebut kemoreseptor. Reseptor tersebut adalah kuncup-kuncup pengecap. Kuncup tersebut berbentuk seperti bawang kecil atau piala dan terletak dipermukaan epitelium pada permukaan atas lidah. Kadang juga dijumpai pada langit-langit rongga mulut, faring dan laring, walaupun sedikit sekali. Kuncup-kuncup pengecap ini ada yang tersebar dan ada pula yang berkelompok dan permukaanya kasar karena tonjolan-tonjolan epitel yang disebut papila (Campbell, 2011).
      Papilla fungiformis, terletak pada bagian lidah paling anterior, papilla ini dihubungkan oleh chorda tymphani yang merupakan cabang dari facial nerve (N.VII). Papilla ini terlihat seperti titik – titik merah pada lidah (berwarna merah karena papilla ini kaya akan pembuluh darah). Terdapat kira – kira 1120 taste buds pada papilla ini.Papilla foliata, terletak pada ujung lidah agak anterior pada gariscircumvallate. Papilla – papilla ini sensitive pada rasa asam. Papilla – papilla ini juga dihubungkan oleh glossopharyngeal nerve (N.IX). Kira – kira terdapat 1280 taste buds pada papilla ini. Papilla circumvalata, merupakan papilla yang terlihat seperti tenggelam, dan mempunyai semacam kotak yang memisahkannya dari dinding-dinding sekelilingnya. Taste buds terletak didalam papilla. Papilla ini juga terletak pada garis circumvalata dan berperan pada sensitivitas asam dan pada 2/3 bagian posterior lidah. Papilla ini dihubungkan dengan glossopharyngeal nerve (N.IX). Pada papilla ini, terdapat kira – kira 2200 taste buds. Papila filiformis hanya bersifat mekanik dan tidak berfungsi sebagai pengecap karena tidak mengandung taste bud (Guyton, 2007). 

4.2.5. Faktor yang Mempengaruhi Kepekaan dan Waktu Sensasi
       Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah usia, jenis kelamin, perokok atau tidak, kondisi lidah dan kesehatan seseorang, yang akan memberikan respon yang berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa yaitu yang pertama adalah senyawa kimia, rasa manis disebabkan oleh senyawa organik alifatik yang mengandung gugus OH, beberapa asam amino, aldehid dan gliserol. Pemanis buatan, sakarin dan siklamat dalam konsentrasi tinggi cenderung memberikan rasa pahit. Rasa pahit disebabkan oleh alkaloid seperti kafein, kuinn, fenol, garam Mg, NH4 dan Ca. Rasa asin dihasilkan oleh garam anorganik, umumnya NaCl kecuali garam Iodida dan bromida memberikan rasa pahit sedangkan garam Pb dan Be memberikan rasa manis. Rasa asam disebabkan oleh donor proton. Intensitas rasa asam tergantung ion H+ yang dihasilkan dari hidrolisis asam. Ambang untuk perangsangan rasa asam oleh asam hidroklorida rata-rata 0,0009 M; untuk perangsangan rasa asin oleh natrium klorida 0,001 M; untuk rasa manis oleh sukrosa 0,01 M dan untuk rasa pahit oleh kuini 0,000008 M. Perhatikan khususnya berapa kali indera rasa pahit lebih peka terhadap rangsangan dibandingkan dengan lainnya, karena rasa pahit ini diharapkan akan memberikan fungsi perlindungan yang penting. Kedua Suhu ,mempengaruhi kemampuan papila lidah. Sensitifitasnya akan berkurang bila suhu lebih dari 20C dan lebih kecil dari 30C akan memberikan perbedaan rasa. Seperti kopi panas akan berkurang pahitnya dari pada kopi dingin. Makanan yang terlalu panas akan membakar lidah dan dapat merusak kepekaan papila, tapi sel yang rusak akan diganti dalam beberapa hari. Ketiga, kosentrasi zat misalnya Treshold merupakan batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa dirasakan. Pada setiap orang berbeda-beda. Seseorang dapat mengalami buta rasa dan untuk mengujinya dapat dilakukan uji dengan menggunakan senyawa Phenyl Thio Carbamida. Jika seseorang buta rasa makan senyawa ini akan berasa pahit . Cita rasa tiruan, mumnya sneyawa yang digunakan adalah ester yang memberi aroma menyerupai buahan. Seperti vanili, amil asetat (menyerupai aroma pisang),  amil kaproat (menyerupai aroma apel, nanas) (Levi, 2005).

4.2.6. Mekanisme Rasa Sensasi Rasa Pedas Pada Lidah 
Cabe merupakan tumbuhan yang mempunyai rasa pedas, rasa pedas ini dikarenakan adanya zat yang disebut capsicin, capsicin menghasilkan efek iritatif setelah berinteraksi dengan neuron sensorik. Capsicin merupakan salah satu grub senyawa fungsional vanilloid, sehingga senyawa ini berikatan dengan reseptor VR1 (Vanilloid Receptor Subtype 1). VR1 adalah ion chanel receptor, yaitu apabila teraktivasi akan menginduksi masukknya kation ke dalam sel. Kation ini bila mencapai nilai ambang akan menimbulkan depolarisasi sehingga terbentuklah impuls menuju otak yang akan menghasilkan sensai panas dan pedas di bagian lidah (Standring, 2005).

4.2.7. Mekanisme Mendeteksi Rasa
      Sel-sel reseptor pengecap pada mamalia adalah sel  epitel termodifikasi yang terorganisasi menjadi kuncup (taste bud), yang tersebar di sejumlah area lidah dan mulu. Sebagian besar kuncup pengecap pada lidah terasosiasi dengan penjuluran berbentuk puting yang disebu papila. Sensai rasa manis, umami, dan pahit membutuhkan reseptor terkopel-protein G (G protein-coupled receptor) atau GPCR. Pada manusia, ada lebih dari 30 reseptor yang berbeda untuk rasa pahit, yang masing-masing mampu mengenali berbagai macam tastan pahit. Sebaliknya, manusia memiliki satu jenis reseptor manis dan satu jenis reseptor umami, masing-masing dirakit dari sepasang protein GPC yang berbeda. Protein GPCR yang lain sangat penting untuk indra penciuman. Transduksi sinyal ke neuron-sensoris terjadi secara serupa untuk semua reseptor tipe-GPCR. Mekanisme pencitraan rasa manis sebagai berikut, molekul gula berikatan dengan suatu protein reseptor di permukaan sel reseptor sensoris. Kedua, pengikatan menginisiasi jalur transduksi sinyal yang melibatkan protein G dan fosfolipase C. Ketiga, terjadi aktivasi fosfolipase C membangkitkan pembawa pesan kedua, IP3 yang berikatan ke saluran kalsium pada RE, dan kemudian membukanya. Ca2+, pembawa pesan kedua yang lain, mengalir ke dalam sitosol, IP3 dan Ca2+ menyebabkan pembukaan saluran natrium, memungkinkan Na+ berdifusi ke dalam sel reseptor pengecap. Terakhir, terjadi depolarisasi mengaktivasi neuron sensoris melalui suatu proses yang belum dipahami sepenuhnya. Berdasarkan mekanisme tersebut maka satu sel pengecap individual mengekspresikan satu tipe reseptor dan mendeteksi tastan-tastan yang hanya mempresentasikan salah satu dari kelima rasa (Campbel, 2011).

4.2.8. Penyakit Mengganggu Indera Perasa
Sariawan atau ulkus aftosa merupakan gejala erosi pada kulit mulut, yakni di bagian dinding dalam pipi atau lidah. Penyebab dari sariawan ini adalah diantaranya: kekurangan vitamin C, alregi, mengkonsumsi makanan / minuman yang terlalu panas, kekurangan asupan zat besi, atau bisa juga disebabkan oleh penurunan daya tahan tubuh. Pada dasarnya sariawan merupakan luka terbuka yang bisa menimbulkan rasa nyeri. Dalam ukuran kecil  dengan diameter kurang dari 1 cm, sariawan bisa muncul dalam satu kelompok yang terdiri dari 2 - 3 luka yang biasanya akan sembuh dalam waktu kurang lebih 10 hari tanpa meninggalkan bekas (Monkhouse, 2007).
     Kanker lidah adalah kanker kedua terbanyak setelah kanker bibir sebagai tempat kanker primer. Tembakau dan alkohol merupakan dua hal yang disinyalir sebagai pemicu semakin cepatnya pertumbuhan sel kanker lidah. Keganasan kanker lidah terjadi paling sering pada bagian tengah lateral lidah dan seringkali asimtomatik. Penyebaran kanker ini  bisa meluas melalui submukosa ke basal lidah dan menyerang garis tengah atau ke lateral menuju dasar mulut (Khaw, 2004).

4.2.8. Penyakit Mengganggu Indera Pembau
     Salah satu penyakit pada indera penciuman yang mengakibatkan gangguan pada pembauan adalah anosmia. Istilah anosmia berasal dari kosa kata Yunani “an” (tidak) dan “osmia” (membau). Dari kosa kata ini diperoleh suatu terminologi, anosmia adalah hilang atau terganggunya kemampuan indra penciuman dalam membaui suatu objek karena beberapa sebab. Penyebab terbanyak adalah usia tua. Separuh penduduk Amerika berusia di atas 65 tahun dan tiga perempat di atas usia 80 tahun menderita anosmia dalam derajat yang berbeda-beda. Anosmia dapat pula terjadi pada usia muda, misalnya karena pukulan keras pada kepala, flu yang tak kunjung sembuh, zat kimia beracun, dan beberapa penyebab lain yang membahayakan jiwa. Diketahui, bagian dalam hidung terlapisi mukosa atau lapisan lembut yang lembap. Sel-sel di dalam mukosa bersentuhan dengan bagian saraf penciuman yang disebut axons, lalu masuk rongga dalam yang dinamakan foramina. Foramina ini berhubungan dengan tengkorak kepala. Sel-sel dan axons-nya berjumlah sekitar 20-24, tersusun sedemikian rupa dan bekerja sinergis dalam mendeteksi aroma. Ujung-ujung saraf tadi berakhir dalam suatu struktur berbentuk gelembung-gelembung penciuman. Oleh karena itu, benturan keras di bagian kepala bisa mengakibatkan anosmia. Selain terkena benturan, kerusakan saraf indra penciuman juga dapat terjadi karena tekanan tumor di area hidung atau kepala. Kondisi ini bisa mencetuskan anosmia total atau kacaunya kinerja saraf, hingga terjadi kesalahan persepsi mengenai aroma. Bau sampah misalnya, dikira bau tempe goreng. Halusinasi bau ini pun bisa terjadi karena gangguan pada otak, misalnya akibat epilepsi. Bahaya anosmia adalah penderita tak dapat mendeteksi bahaya dari makanan. Misalnya, apakah makanan itu sudah rusak atau basi. Ancaman lainnya, mereka tidak dapat mendeteksi bau gas berbahaya. Hidung mereka leluasa saja menghirup racun yang melayang-layang di udara, hingga si racun bebas menyusup ke paru-paru (Campbell, 2011). 


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
     Berdasarkan dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa lidah memiliki bagian-bagian tertentu yang dapat menghasilkan sensasi rasa yang berbeda, seperti bagian ujung-manis, tepi depan-asin, tepi belakang-asam, pangkal-pahit. Waktu sensasi pada lidah dipengaruhi oleh beberapa probandus yang berbeda, namun pada probandus lidah sehat yang mampu merasakan sensasi rasa dalam waktu yang singkat,pada uji reseptor pembau hanya hidung orang sehat yang memiliki tingkat kepekaan yang tinggi daripada hidung pada probandus lainnya, hubungan antara indera pengecap dan penciuman digambarkan jika ada gangguan pada hidung maka kemampuan lidah akan menurun dalam mengenali macam-macam rasa.

5.2 Saran
     Perlu dilakukan percobaan ulang mengapa nilai ORT dan OFT pada masing-masing probandus berbeda, karena belum paham



DAFTAR PUSTAKA

Bickley, L.S., and Szilagyi, P.G. 2006. Physical Examination and History Taking, 9th ed.
           Lippincott Williams & Wilkins .Philadelphia.

Campbel, Neil. 2011. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Erlangga. Jakarta.

Guyton. 2007. Fisiologi, Anatomi, dan Mekanisme Penyakit Kedokteran. EGC. Jakarta.

Khaw, P. T., Shah, P., & Elkingkton, A. R. 2004. Fundamental of Human Physiologi.
           Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.

Monkhouse, W.S. 2007. Master Medicine: Clinical Anatomy, 2nd ed. Churchill Livingstone,
          Inc. New York.

Levi, D. M. 2005. Preceptual learning in adults with amblyopia: A reevaluation of critical periods
         in human vision. Development Physiologi. 46:222-232.

Porth C. M. 2005. Pathophysiology Concepts of altered health states (7th ed.). Lippincott Williams
         & Wilkins. Philadelphia.

Seeley, R.R., et al. 2007. Anatomy and Physiology, 8th ed. McGraw-Hill Book Co. New York.

Standring, S. Gray's. 2005. Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practice, 39th ed.
          Churchill Livingstone, Inc. New York.

Wahl, I. 2006. Building Anatomy: An Illustrated Guide to How Structures Work. McGraw-Hill
          Book Co. New York.

Terimakasih kawan sudah mampir di blog saya ,semoga ilmu yang di dapatkan menjadi bermanfaat, untuk mendownload laporan versi full dapat klik disini



No comments:

Post a Comment