untuk laporan versi full dapat download disini
LAPORAN PRAKTIKUM
BIOLOGI SEL
FRAKSIONASI DAN ANALISIS KOMPONEN SELULER
NAMA : VIOL DHEA KHARISMA
NIM : 135090107111007
KELOMPOK : 3
TGL PRAKTIKUM : 8 Oktober 2014
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN,
KULTUR JARINGAN, MIKROTEKNIK
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014
FRAKSIONASI DAN ANALISIS KOMPONEN SELULER
Viol Dhea Kharisma
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Sel merupakan unit struktural fungsional terkecil pada makhluk hidup, sel terdiri atas berbagai macam organel seperti mitokondria, nukleus, RE, dan lain-lain, untuk mengamati komponen selular sel diperlukan beberapa metode khusus yang harus digunakan. Pengamatan komponen selular dapat dilakukan melalui dua cara yaitu dengan membuat preparat basah atau preparat permanen dan fraksionasi sel yang dilakukan melalui dua tahap. Fraksionasi merupakan metode yang digunakan untuk mempelajari sifat biokimia dan fisiologi organel sel di luar sel. Pentingnya praktikum ini dilakukan adalah agar mahasiswa biologi mampu melakukan metode fraksionasi dan analisis komponen seluler dengan baik dan benar serta metode ini dapat memberi mahasiswa biologi soft skill dalam riset mengenai komponen selular. Tujuan dari praktikum ini dilaksanakan adalah untuk memisahkan komponen seluler tumbuhan berdasarkan ukurannya dengan sentrifugasi dan menganalisis keberadaan mitokondria menggunakan TTC. Prosedur praktikum yang akan dilakukan adalah homogenasi, filtrasi, sentrifugasi, pengujian aktivitas mitokondria, pengamatan komponen sel hasil frasinasi menggunakan mikroskop. Hasil yang telah didapat dalam praktikum ini adalah pada uji iodin menandakan bahwa sample yang positif mengandung amilum dalam jumlah banyak maka terdapat banyak bintik-bintik yang berwarna ungu dan pada uji tetrazolium pada sampel yang positif mengandung banyak mitokondria ditandai dengan munculnya wana orens kecoklatan maupun orens kehitaman. Jadi, kegunaan dari larutan iodin dan tetrazolium untuk menguji kandungan amilum serta aktivitas enzim dehidrogenase.
Kata Kunci : Analisis Komponen Seluler, Fraksionasi, Sel, Uji Iodin,
Uji Tetrazolium
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Dasar Teori
Sel merupakan unit struktural fungsional terkecil pada makhluk hidup, sel mampu melakukan semua aktivitas kehidupan dan sebagian besar reaksi kimia untuk mempertahankan kehidupan berlangsung di dalam sel. Kebanyakan makhluk hidup tersusun atas sel tunggal, atau disebut organisme uniseluler, misalnya bakteri dan amoeba. Makhluk hidup lainnya, termasuk tumbuhan, hewan, dan manusia, merupakan organisme multiseluler yang terdiri dari banyak tipe sel terspesialisasi dengan fungsinya masing-masing. Tubuh manusia, misalnya, tersusun atas lebih dari 1013 sel. Namun, seluruh tubuh semua organisme berasal dari hasil pembelahan satu sel. Contohnya, tubuh bakteri berasal dari pembelahan sel bakteri induknya, sementara tubuh tikus berasal dari pembelahan sel telur induknya yang sudah dibuahi (Berg, 2002).
Pengamatan komponen seluler dapat dilakukan melalui dua cara. Cara pertama yaitu dengan membuat preparat basah atau preparat permanen, untuk preparat basah irisan jaringan dengan ketebalan kurang dari 10 mikrometer (bisa diwarnai atau tidak diwarnai) langsung ditempelkan pada cover gelas dan diamati menggunakan mikroskop, utuk preparat permanen, jaringan melalui beberapa proses antara lain yaitu fiksasi, dehidrasi, embedding, pengirisan (memakai mikrotom), affixing atau penempelan obyek gelas, pewarnaan, mounting atau penutupan cover gelas, kemudian baru diamati menggunakan mikroskop (Mathews, 2000).
Fraksinasi sel merupakan teknik untuk memisahkan bagian-bagian sel. Secara umum, teknik ini melibatkan homogenisasi, yaitu pemecahan sel secara halus, dan sentrifugasi, yaitu pemisahan komponen-komponen sel oleh gaya sentrifugal dalam alat sentrifuge. Pemutaran homogenat di dalam sentrifuge akan memisahkan bagian-bagian sel ke dalam dua fraksi, yaitu pelet, yang terdiri atas struktur-struktur lebih besar yang terkumpul di bagian bawah tabung sentrifuge, dan supernatan, yang terdiri atas bagian-bagian sel yang lebih kecil yang tersuspensi dalam cairan di atas pelet tersebut . Supernatan dapat disentrifugasi kembali dengan kecepatan yang lebih tinggi untuk mendapatkan pelet yang lebih ringan atau kecil daripada pelet pertama, dengan sentrifugasi diferensial, supernatan disentrifugasi dengan kecepatan yang makin tinggi sehingga didapatkan komponen yang makin kecil dalam pelet yang berurutan. Pelet tersebut dapat diresuspensi dan dimurnikan lebih lanjut dengan sentrifugasi densitas gradien (Horton, 2006).
Fraksionasi sel digunakan untuk mempelajari sifat biokimia dan fisiologi organel di luar sel. Dasar metode yang digunakan untuk mengisolasi organel dikembangkan pada tahun 1930-an oleh A. Claude, R.R Bensley dan N.L. Hoerr untuk isolasi mitokondria, dan S. Granick untuk isolasi kloroplas. Prosedur dasar fraksionasi sel dimulai dengan homogenasi untuk menghancurkan membran plasma dan dinding sel untuk mengeluarkan sitoplasma dan kemudian dilanjutkan dengan sentrifugasi untuk memisahkan organel sel. Kemurnian tiao fraksi dikomfirmasi menggunakan mikroskop (Metzler, 2001).
Teknik yang digunakan untuk pemisahan organel sel adalah semata-mata didasarkan pada sentrifugasi, kepadatan dan kecepatan membuat perbedaan koefisien kepadatan dan sedimentasi. Hasil akhir dari proses sentrifugasi yaitu organel sel dapat keluar atau lepas dari membran plasma. Pelet yang dihasilkan dari skema atau proses sentrifugasi pertama dapat mengandung organel namun dengan presentase kecil. Fraksi lebih lanjut pada proses sentrifugasi akan menghasilkan inti, mitokondria, serta mikrosom masing-masing dengan densitas yang berbeda. Langkah-langkah sentrifugasi dilakukan dalam larutan buffer agar struktur protein tetap lestari (Nilsson, 2004).
Praktikum ini bertujuan untuk memisahkan komponen seluler sel tumbuhan berdasarkan ukurannya dengan sentrifugasi dan menganalisis keberadaan mitokondria menggunakan TTC.
BAB II
METODOLOGI
2.1. Waktu dan Tempat
Praktikum dengan judul” FRAKSIONASI DAN ANALISIS KOMPONEN SELULER ”dilaksanakan pada tanggal, 8 Oktober 2014 hari Rabu pukul 13.55-16.35 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang.
2.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung sentrifus 15 ml, kain kasa (cheesecloth), obyek + cover gelas, rak tabung reaksi, iced bath, gelas beaker 250 ml, karet gelang, refrigerated centrifuge, blender, tabung reaksi, water bath 37oC, mikroskop cahaya biasa, parafilm, biji Pissum sativum (sudah direndam semalam dalam sucrose 0,25 M dingin), 2,3,5-triphenyl-tetrazolium chloride atau tetrazolium chloride (TTC) 0,05-1% (dibuat dalam 0,05 M potassium phosphate bufer pH 7,4), bufer sukrosa (0,25 M) dingin (dibuat dalam 0,05 M potassium phosphate bufer pH 7,4), dan IKI (iodin).
2.3. Cara Kerja
2.3.1. Homogenasi
Pertama, biji Pisum sativum (kering) sebanyak 5 g direndam semalam dalam 25 ml bufer sukrosa dingin. Kemudian diblender selama 2-3 menit dalam kondisi dingin. Proses ini dinamakan homogenasi. Hasilnya dinamakan homogenat (H).
Pertama, 3-4 lembar kain kasa disiapkan di atas beaker glass, kemudian di ikat dengan karet gelang. Beker gelas diletakkan ke dalam ice-water bath. Kedua, homogenat dituangkan di atas kain kasa. Sisa homogenat yang tertinggal di kain kasa dinamakan residu (R). Cairan yang dihasilkan dari prosedur filtrasi ini dinamakan filtrat (F). Sisa air dalam residu di peras menggunakan kain kasa. Residu disimpan untuk analisis selanjutnya.
2.3.3. Sentrifugasi
Pertama, filtrat diaduk dalam beker gelas kemudian dituangkan ke tabung sentrifus sampai skala 10 ml, disentrifus pada kecepatan 200 g selama 3 menit pada suhu 4oC. Kedua, hasil sentrifugasi berupa padatan yang berada di dasar tabung sentrifus dinamakan pelet (P1), sedangkan yang berupa cairan dinamakan supernatan (S1). S1 dipindahkan atau dituang dalam tabung sentrifus baru (hati-hati jangan sampai P1 ikut tertuang). P1 disimpan untuk analisis selanjutnya. Ketiga, S1 disentrifus pada kecepatan 1.400 g selama 12 menit pada 4oC. Keempat, pelet (P2) yang diperoleh diperkirakan mengandung nukleus dan kloroplas. Supernatan (S2) diperkirakan mengandung mitokondria, ribosom, dan partikel subseluler lainnya yang berukuran sangat kecil. Keberadaan mitokondria akan dibuktikan pada eksperimen selanjutnya.
2.3.4. Pengujian Aktivitas Mitokondria Pada S2
Pertama, S2 dipindahkan atau dituang ke dalam tabung reaksi, dan diletakkan dalam ice bath. Kedua, dilakukan resuspensi P2 dengan menambahkan 3 ml bufer sukrosa, di pipet pelan-pelan untuk membentuk suspensi P2 dan diletakkan dalam ice bath. Ketiga, tiga tabung reaksi disiapkan dan ditandai dengan label A, B, dan C, kemudian 3 ml buffer sukrosa ke dalam tabung A, 3 ml S2 ke dalam tabung B, dan 3 ml suspensi P2 ke dalam tabung C. Keempat masing-masing tabung ditambahkan 2 ml tetrazolium, kemudian ditutup dengan parafilm, dan dihomogenkan dengan cara inverting, kemudian diinkubasikan ke dalam water bath 37 oC selama 30 menit – semalaman (12 jam). Kelima, diamati dan dicatat warna yang terbentuk pada masing-masing tabung pada lembar pengamatan.
2.3.5. Pengamatan Komponen Sel Hasil Fraksinasi Menggunakan Mikroskop
Pertama, R1 diambil sedikit menggunakan tusuk gigi, diletakkan pada cover gelas, ditetesi dengan air, kemudian diaduk dengan tusuk gigi, ditutup dengan cover gelas, diamati di bawah mikroskop pada pembesaran 10x dan 400x. Kedua, 1 tetes IKI diteteskan pada ujung cover gelas, dan dibiarkan IKI mewarnai fragmen pada R1 sampai terbentuk warna biru gelap, kemudian diamati di bawah mikroskop pada perbesaran 10x dan 400x. Keempat, prosedur pertama dan kedua dilakukan pada suspensi P1 dan P2. Penambahan IKI dilakukan secara langsung pada suspensi P1 dan P2 sebelum ditutup cover gelas.
2.3.6. Uji Iodin
Pertama, pelet satu + pelet dua dan residu dimasukkan pada tabung reaksi yang berbeda, kemudian larutan IKI (Iodin) dipipet dan dimasukkan ke dalam tiga tabung tersebut, kemudian dikocok dengan pelan, diamati perubahan warna yang terjadi, lalu ketiga bahan tadi diambil sedikit dengan manggunakan tusuk gigi kemudian ditaruh di atas obyek glass, lalu diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran tertentu kemudian di foto.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Analisis Prosedur
Pertama saat proses homogenasi biji kacang merah direndam dalam buffer sukrosa 25 ml, proses perendaman ini berfungsi untuk mempertahankan nilai pH optimum dan integritas sel dan menghasilkan kacang merah yang terndam, langkah kedua yaitu kacang tanah yang telah direndam dalam buffer sukrosa 25 ml, diblender dengan tujuan agar menjadi homogen, pelakuan ini menghasilkan homogenat kacang merah. Proses kedua yaitu filtrasi, dimana kain kasa 4 lembar diletakkan di atas beaker glas lalu diikat dengan karet gelang, perlakuan ini berfungsi untuk menyaring homogenat dan akan menghasilkan residu (R) dan filtrat (F). Proses, ketiga adalah sentrifugasi dimana filtrat diaduk lalu dipindah ke tabung propilane sebanyak 10 ml perlakuan ini berfungsi untuk agar larutan siap akan dilakukan proses sentrifus, perlakuan ini menghasilkan filtrat yang siap disentrifugasi, langkah selanjutnya yaitu filtrat disentrifugasi dengan v= 200 g atau 1600 rpm kurang lebihnya, perlakuan ini berfungsi untuk mensentrifugasi filtrat dan menghasilkan endapan pelet (P1) dan supernatan (S1) kemudian P1 disimpan, S1 disentrifugasi dengan V= 400 g atau sekitar kurang lebih 2000 rpm yang fungsinya untuk sentrifugasi S1 (Supernatan 1) yang menhasilkan endapan pelet (P2) dan Supernatan (S2). Terakhir, yaitu pada uji aktivitas mitokondria pada S2, pertama S2 dipindahkan atau dituang ke dalam tabung reaksi, kemudian diletakkan dalam ice bath yang menghasilkan S2 dalam ice bath, kemudian P2 diresuspensi dengan menambahkan 3 ml buffer sukrosa, dan dipipet pelan-pelan untuk membentuk suspensi P2, dan diletakkan dalam ice bath, fungsi dari pemberian sukrosa adalah untuk menstabilkan pH dan integritas organel, kemudian tiga tabung reaksi disiapkan dan ditandai dengan label A, B, dan C, lalu bufer sukrosa 3 ml dimasukkan ke dalam tabung A, 3 ml S2 ke dalam tabung B, dan 3 ml suspensi P2 ke dalam tabung C. Terakhir, masing-masing tabung ditambahkan 2 ml TCC untuk melakukan uji aktivitas mitokondria, kemudian ditutup dengan plastik agar tidak terkontaminasi udara luar, dihomogenkan agar homogen dengan cara inverting, diinkubasi ke dalam water bath 37oC selama 30 menit – semalam 12 jam yang menghasilkan pada tabung A berwarna putih keruh berendapan, tabung B berwarna merah kecolatan, dan pada tabung C merah agak coklat. Pada uji iodin, digunakan larutan iodin yang berfungsi untuk menguji ada tidaknya kandungan amilum pada P1, P2, Residu, dan kalau positif amilum maka warnanya ungu.
3.2. Analisis Hasil
untuk laporan versi full dapat download disini
Berdasarkan dari hasil percobaan uji iodin yang telah dilakukan bahwa pada preparat P1 + IKI atau pellet pertama yang dihasilkan pada saat proses sentrifugasi awal dengan v = 200 g atau 1600 rpm kurang lebihnya, ketika ditetesi larukan IKI (Iodin) maka dapat ditemukan banyak bintil-bentil kecil berwarna ungu gelap saat diamati dibawah mikroskop, hal tersebut menunjukkan bahwa pada pellet awal banyak mengandung karbohidrat namun hal tersebut berbeda pada preparat P2 + IKI (Iodin) yang dihasilkan pada proses sentrifugasi kedua dengan v = 400 g atau sekitar kurang lebih 2000 rpm, ketika ditetesi IKI (Iodin) maka bintil – bintil kecil berwarna ungu jumlahnya lebih kecil dibandingkan pada pellet awal dan lebih banyak bintil besar yang berwarna orens kehitaman ketika diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran tertentu, hal tersebut menunjukkan bahwa pada pellet kedua tidak banyak mengandung zat karbohidrat. Pada preparat R kontrol atau residu yang tidak ditetesi oleh larutan IKI (Iodin), struktur permukaan preparatnya berwarna hijau dan tidak ditemui bintil - bintil berwarna ungu ketika diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran tertentu, namun pada preparat R + IKI (Iodin) banyak ditemukan bintil-bintil berwarna ungu dalam jumlah banyak ketika diamati dibawah mikroskop pada perbesaran tertentu.
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi (Mathews, 2000).
Kondensasi iodin dengan karbohidrat pada uji iodin, monosakarida dapat menghasilkan warna yang khas. Hal ini disebabkan karena dalam larutan pati, terdapat unit-unit glukosa yang membentuk rantai heliks karena ada ikatan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini menyebabkan pati dapat membentuk kompleks dengan molekul iodin yang dapat masuk ke dalam spiralnya, sehingga menyebabkan warna biru tua pada kompleks tersebut (Berg, 2002).
Berdasarkan dari hasil percobaan uji tetrazolium chloride yang dilakukan bahwa pada ke lima tabung reaksi yang telah diberi perlakuan yang berbeda-beda menunjukkan pada tabung C2 dan B2 berwarna merah keorenan dan merah kehitaman hal tersebut menunjukkan adanya aktivitas enzim dihidrogenasi yang diproduksi oleh mitokondria. Jadi kesimpulannya adalah pada tabung C2 dan B2 terdapat banyak mitokondria yang ditandai dengan munculnya warna merah saat ditetesi dengan larutan TCC sedangkan pada tabung lainnya tidak menunjukkan warna merah karena mitokondria tidak terdapat pada ketiga tabung tersebut.
Analisis komponen seluler pada mitokondria menggunakan tetrazolium (TCC) untuk mendeteksi adanya aktivitas enzim dehidrogenase (diperankan oleh coenzim NADH) yang dihasilkan mitokondria. Enzim ini bekerja dengan mengambil ion hidrogen dan elektron (proton). Mitokondria dalam suspensi akan menghasilkan ion hidrogen dan elektron (proton) yang akan bereaksi dengan TCC, sehingga TTC berubah bentuk menjadi dari teroksidasi (tidak berwarna) menjadi tereduksi (membentuk formazan berwarna merah) (Metzler, 2001).
Mitokondria banyak terdapat pada sel yang memilki aktivitas metabolisme tinggi dan memerlukan banyak ATP dalam jumlah banyak, misalnya sel otot jantung. Jumlah dan bentuk mitokondria bisa berbeda-beda untuk setiap sel. Mitokondria berbentuk elips dengan diameter 0,5 µm dan panjang 0,5 – 1,0 µm. Struktur mitokondria terdiri dari empat bagian utama, yaitu membran luar, membran dalam, ruang antar membran, dan matriks yang terletak di bagian dalam membran. Membran luar terdiri dari protein dan lipid dengan perbandingan yang sama serta mengandung protein porin yang menyebabkan membran ini bersifat permeabel terhadap molekul-molekul kecil yang berukuran 6000 Dalton. Dalam hal ini, membran luar mitokondria menyerupai membran luar bakteri gram-negatif. Selain itu, membran luar juga mengandung enzim yang terlibat dalam biosintesis lipid dan enzim yang berperan dalam proses transpor lipid ke matriks untuk menjalani β-oksidasi menghasilkan asetil-KoA. Membran dalam yang kurang permeabel dibandingkan membran luar terdiri dari 20% lipid dan 80% protein. Membran ini merupakan tempat utama pembentukan ATP. Luas permukaan ini meningkat sangat tinggi diakibatkan banyaknya lipatan yang menonjol ke dalam matriks, disebut krista. Stuktur krista ini meningkatkan luas permukaan membran dalam sehingga meningkatkan kemampuannya dalam memproduksi ATP. Membran dalam mengandung protein yang terlibat dalam reaksi fosforilasi oksidatif, ATP sintase yang berfungsi membentuk ATP pada matriks mitokondria, serta protein transpor yang mengatur keluar masuknya metabolit dari matriks melewati membran dalam. Ruang antar membran yang terletak di antara membran luar dan membran dalam merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi yang penting bagi sel, seperti siklus Krebs, reaksi oksidasi asam amino, dan reaksi β-oksidasi asam lemak. Di dalam matriks mitokondria juga terdapat materi genetik, yang dikenal dengan DNA mitkondria (mtDNA), ribosom, ATP, ADP, fosfat inorganik serta ion-ion seperti magnesium, kalsium dan kalium (Gesteland, 2004).
3.3. Trouble Shooting
Kesalahan relatif yang terdapat dalam praktikum kali ini adalah pada proses sentrifugasi terlalu lama seharusnya 5 menit menjadi 6 menit, kemudian saat perendaman biji kacang merah tersebut terlalu lama, lalu saat pengkonversian satuan g menjadi rpm banyak mengalami kesalahan,seharusnya mulut tabung A,B,C ditutup dengan parafilm namun ditutup dengan plastik, serta ada tabung yang dipecahkan oleh praktikan.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil praktikum yang telah dilakukan bahwa proses fraksionasi sel digunakan untuk memisahkan organel sel berdasarkan ukuran atau densitasnya, iodin berfungsi untuk indikator uji kandungan amilum suatu zat jika zat tersebut positif terkandung amilum di dalamnya maka warna hasil uji adalah ungu, TCC atau tetrazolium digunakan untuk mengetahui aktivitas enzim dehidrogenase yang dihasilkan oleh mitokondria jika uji TCC positif maka akan menghasilkan warna merah.
4.2. Saran
Perlu dilakukan penjelasan ulang mengenai cara merubah satuan g menjadi rpm karena masih belum jelas, dilakukan penjelasan ulang mengenai mengapa pada pellet awal terdapat bintil-bintil berwarna ungu lebih banyak dibanding pellet kedua, serta mengapa pada uji tetrazolium banyak terjadi variasi warna.
DAFTAR PUSTAKA
Berg, J. M., J. L. Tymoczko, and L. Stryer. 2002. Biochemistry, 5th ed. NewYork: W. H. Freeman.
Gesteland, R. F., T. R. Cech and J. F. Atkins (eds.). 2004. The Cell Fractionation.
2nd ed. Plainview, NY: Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Horton, H. R. et al. 2006. Principles of Biochemistry, 4th ed. Upper Saddle River,
NJ: Pearson/Prentice Hall.
Mathews, C. K., K. E. van Holde, and K. G. Ahern. 2000. Biochemistry, 3rd ed.Menlo Park,
CA: Benjamin Cummings.
Metzler, D.E. 2001. Biochemistry: The Chemical Reactions of Living Cells,2nd ed.
San Diego: Academic Press.
Nilsson, T., et al. 2004. Mass spectrometry in high throughput proteomics: ready for
the big time. Journal of Sitology. 7(9): p. 68-15.
JAWABAN PERTANYAAN
2. Karena pada sel tumbuhan memiliki dinding sel sebagai lapisan pelindung dan pemberi bentuk tetap sel kalau sel hewan tidak memilik dinding sel, hanya membran sel jadi sel tumbuhan tidak mudah dihancurkan, tujuan dilakukan proses sentrifugasi adalah untuk mendapatkan komponen-komponen seluler berdasarkan ukuran atau densitas yang berbeda misalnya nukleus dan mitokondria.
3. Karena organel mempunyai densitas lebih besar dibandingkan dengan buffer sentrifugasi, dan partikel yang mempunyai ukuran dan bentuk yang lebih besar akan bergerak ke dasar tabung sentrifus pada kecepatan yang berbeda bila ditempatkan pada gaya sentrifugal. Partikel dengan densitas lebih besar akan mengendap lebih cepat daripada partikel yang mempunyai densitas lebih kecil, partikel yang memiliki densitas besar mengendap dalam bentuk Pelet sedangkan partikel yang mempunyai densitas lebih kecil berwujud cair (Supernatan)
4. Ditinjau dari hasil dan kecepatan sentrifus maka proses sentrifugasi pertama dilakukan dengan kecepatan 800g selama 5 menit yang menghasilkan sel debris kemudian pada sentrifugasi ke dua dengan kecepatan 5000 g selama 15 menit akan menghasilkan pelet nukleus dan pada sentrifugasi ke tiga dengan kecepatan 24000 g akan menghasilkan pelet mitokondria.
5. Nukleus, Mitokondria, dan Mikrosom
6. TCC, TCC digunakan untuk mengetahui akativitas enzim dehidrogenase (yang diperankan oleh NADH) yang dihasilkan oleh mitokondri. TCC mengikat elektron (proton) dan mengikat ion hidrogen, mitokondria dalam suspensi akan menghasilkan elektron (proton) dan ion hidogen yang akan bereaksi dengan TCC sehingga TCC berubah bentuk dan teroksidasi menjadi tereduksi membentuk warna merah dan formazan. Karena tujuan dari praktikum ini adalah mengamati mitokondria dengan menggunakan TCC jadi tidak diperlukan mikroskop hanya dengan larutan uji kita dapat mengetahui ada tidaknya mitokondria pada suspensi tersebut.
CARA MENGKONVERSI DARI SATUAN GRAVITASI KE RPM
Rumusnya adalah, g = RCF = 0.00001118 × r × N2
r = radius rotor (cm) dan N = kecepatan rpm.
Jadi, jika kita hanya mengetahui kecepatan RCF (misalnya 2000 x g) dan kita ingin mencari berapa rpm yang harus kita setting di mesin sentrifugal (N), jika diketahui jari-jari rotornya 16 cm? Tinggal masukkan saja dalam rumus tersebut, dan kita akan menemukan N sekitar 3344 rpm. Kalau kita cek di website, juga akan menghasilkan angka sekitar 3300 rpm.
No comments:
Post a Comment